Hedonisme sudah mucul sejak awal sejarah filsafat, yang timbul atas pertanyaan “apa yang menjadi hal terbaik bagi manusia”, kemudian para hedonis menjawab: kesenangan (hedone dalam bahasa Yunani). Adalah baik apa yang memuaskan keinginan kita, apa yang meingkatkan kuantitas kesenangan atau kenikmatan dalam diri kita.
Dalam filsafat Yunani hedonisme sudah di temukan pada Aristippos dari Kyrene (sekitar 433-355 SM), seorang murid Sokrates. Sokrates telah bertanya tentang tujuan terakhir bagi kehidupan manusia atau apa yang sungguh-sungguh baik bagi manusia, tapi ia sendiri tidak memberkan jawaban yang jelas atas pertanyaan itu dan hanya mengkritik jawaban-jawaban yang di kemukakan oleh orang lain. Hal itu terbukti karena sudah sejak masa kecilnya manusia merasa tertarik akan kesenangan dan bila telah tercapai ia tidak mencari sesuatu yang lain lagi. Sebaliknya, ia selalu menjauhkan diri dari ketidaksenangan. Bagi Aristippos kesenanggan itu bersifat badani belaka, karena hakikatnya tidak lain daripada gerak dalam badan. Mengenai gerak itu ia membedakan tiga kemungkinan: gerak yang kasar dan itulah ketidaksenangan, misalnya rasa sakit; gerak yang halus dan itulah kesenangan; sedangkan tiadanya gerak merupakan suatu keadaan netral, misalnya, jika kita tidur. Aristippos menekankan lagi bahwa kesenangan harus dimengerti sebagai kesenangan aktual, bukan kesenangan dari masa lampau dan kesenangan di masa mendatang.Yang baik dalam arti yang sebenarnya adalah kenikmatan kini dan disini. Jika kita melihat pandangan Aristppos ini sebagai keseluruhan, perlu kita simpulkan bahwa ia mengerti kesenangan sebagai badani, aktual, dan individual.
Akan tetapi, ada batas untuk mencari kesenangan. Aristippos pun perlunya pengendalian diri, sebagaimana sudah diajarkan oleh gurunya, Sokrates. Dalam pada itu mengakui pengendalian diri tidak sama dengan meninggalkan kesenangan. Yang penting ialah mempergunakan kesenangan dengan baik dan tidak membiarkan dir terbawa olehnya, sebagaimana menggunakan kuda atau perahu tidak berarti meninggalkannya, tapi menguasainya menurut kehendak kita.
Filsuf Yunani lain yang melanjutkan hedonism adalah Epikuros (341-270 SM), yang memimpin sebuah sekolah filsafat di Athena. Epikuros pun melihat kesenangan (hedone) sebagai tujuan kehidupan manusia. Menurut kodratnya setiap manusia mencari kesenangan, tapi pengertiannya tentang kesenangan lebih luas daripada pandangan Aristippos.Walaipun tubuh manusia merupakan “asas serta akar” segala kesenangan dan akibatnya kesenangan badani harus di anggap paling hakiki, namun Epikuros mengakui adanya kesenangan melebihi tahap badani. Dalam sepucuk surat ia menulis: “Bila kami mempertahankan bahwa kesenangan adalah tujuannya, kami tidak maksudkan kesenangan indrawi, tapi kebebasan dari nyeri dalam tubuh kita dan kebebasan dari keresahan dalam jiwa” (Surat kepada Menoikeus). Dalam menilai kesenangan, menurut Epikuros kita harus memandang kehidupan sebagai keseluruhan termasuk juga masa lampau dan masa depan.
Biarpun pada dasarnya setiap kesenangan bisa dinilai baik, namun berarti bahwa setiap kesenangan harus dimanfaatkan juga. Dalam hal ini pentinglah pembedaan yang diajukan Epikuros antara tiga macam keinginan: keinginan alamiah yang perlu (seperti makanan), keinginan alamiah yang tidak perlu (seperti makanan yang enak), dan keinginan yang sia-sia (seperti kekayaan). Hanya keinginan macam pertama harus di puaskan dan pemuasnya secara terbatas menghasilkan kesenangan paling besar.Karena itu Epikuros menganjurkan semacam “pola hidup sederhana”. Orang bijaksana akan berusaha sedapat mungkin hidup terlepas dari keinginan. Dengan demikian manusia akan mencapai ataraxia, ketenangan jiwa atau keadaan jiwa seimbang yang tidak membiarkan diri terganggu oleh hal-hal yang lain. Ataraxia begitupenting bagi Epikuros, sehingga ia menyebutnya juga tujuan kehidupan manusia (di samping kesenangan). Ataraxia berperanan bagi jiwa, seperti kesehatan bagi badan. Orang bijaksana yang memperoleh ketenangan jiwa itu akan berhasil mengusir segala macam ketakutan (untuk kematian, dewa-dewa dan suratan nasib), menjauhkan diri dari kehidupan politik dan menikmati pergaulan dengan sahabat-sahabat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar