Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan
a.
Pemikiran Barat
Yang dimaksud dengan konsep
Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah hasil pemikiran tentang Tuhan baik
melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah dari penelitian rasional, maupun
pengalaman batin.
Max Muller berpendapat bahwa konsep
pemikiran barat tentang Tuhan mengalami evolusi yang diawali dengan Dinamisme,
Animisme, Politeisme, Henoteisme, dan puncak tertingginya monoteisme (Nisbi).
Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori
evolusionisme adalah sebagai berikut:
v
Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya
kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh
tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia,
ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan
yang ada pada benda disebut dengan nama yang berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu),
dan syakti (India). Mana adalah kekuatan gaib yang tidak dapat
dilihat atau diindera dengan pancaindera. Oleh karena itu dianggap sebagai
sesuatu yang misterius. Meskipun nama tidak dapat diindera, tetapi ia dapat
dirasakan pengaruhnya.
v
Animisme
Masyarakat primitif pun mempercayai adanya peran roh dalam hidupnya. Setiap
benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh
dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh
karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa
senang, rasa tidak senang apabila kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan
ini, agar manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia
harus menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai dengan saran dukun
adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.
v
Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan,
karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari
yang lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu
sesuai dengan bidangnya. Ada dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada
yangmembidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain sebagainya.
v
Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan.
Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak
mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia
meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu
dewa yang disebut dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui Tuhan (Ilah)
bangsa lain. Kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme
(Tuhan Tingkat Nasional).
v
Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Dalam
monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat
internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam
tiga paham, yaitu: deisme, panteisme, dan teisme.
a.
Deisme yaitu suatu paham yang berpendapat bahwa Tuhan sebagai pencipta alam
berada di luar alam. Tuhan menciptakan alam dengan sempurna dank arena telah
sempurna, maka alam bergerak menurut hokum alam. Antara alam dengan Tuhan
sebagai penciptanya tidak tidak lagi mempunyai kontak. Ajaran Tuhan yang dikenal
dengan wahyu tidak lagi diperlukan manusia. Dengan akal manusia mampu
menanggulangi kesulitan hidupnya.
b.
Panteisme berpendapat bahwa Tuhan sebagai pencipta alam ada bersama alam. Di
mana adal alam di situ ada Tuhan. Alam sebagai ciptaan Tuhan merupakan bagian
daripada-Nya. Tuhan ada di mana-mana, bahkan setiap bagian dari alam adalah
Tuhan.
c.
Teisme (eklektisme) berpendapat bahwa Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta alam berada di
luar alam. Tuhan tidak bersama alam dan Tuhan tidak ada di alam. Namun Tuhan
selalu dekat dengan alam. Tuhan mempunyai peranan terhadap alam sebagai
ciptaan-Nya. Tuhan adalah pengatur alam. Tak sedikit pun peredaran alam
terlepas dari control-Nya. Alam tidak bergerak menurut hokum alam, tetapi gerak
alam diatur oleh Tuhan.
Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan
sebagaimana dinyatakan oleh Max Muller dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh
Andrew Lang (1898) yang menekankan adanya monoteisme dalam masyarakat primitif.
Dia mengemukakan bahwa orang-orang yang berbudaya rendah juga sama
monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan pada
wujud yang Agung dan sifat-sifat yang khas terhadap Tuhan mereka, yang tidak
mereka berikan kepada wujud yang lain.
Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur
golongan evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana agama
terutama di Eropa Barat mulai menantang evolusionisme dan memperkenalkan teori
baru untuk memahami sejarah agama. Mereka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan
tidak datang secara evolusi, tetapi dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan
tersebut diambil berdasarkan pada penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang
dimiliki oleh kebanyakan masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan
bukti-bukti bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme
dan monoteisme adalah berasal dari ajaran wahyu Tuhan (Zaglul Yusuf,
1993:26-27).
b. Pemikiran Islam
Pemikiran tentang Tuhan dalam islam
melahirkan ilmu kalam, ilmu tauhid atau ilmu ushuluddin dikalangan umat Islam,
setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw. Aliran-aliran tersebut ada yang bersifat
liberal, tradisional dan ada aliran diantara keduanya. Ketiga corak pemikiran
ini mewarnai sejarah pemikiran ilmu ketuhanan (teologi) dalam Islam.
Aliran-aliran tersebuut adalah:
1.
Muktazilah, adalah kelompok rasionalis
dikalangan orang Islam, yang sangat menekankan penggunaan akal dalam memahami
semua ajaran Islam. Dalam menganalisis masalah ketuhanan, mereka memakai
bantuan ilmu logika guna mempertahankan keimanan.
2.
Qodariyah, adalah kelompok yang
berpendapat bahwa manusia memiliki kebebasan berkehendak dan berbuat.[1][5]
Manusia berhak menentukan dirinya kafir atau mukmin sehingga mereka harus
bertanggung jawab pada dirinya. Jadi, tidak ada investasi Tuhan dalam perbuatan
manusia.
3.
Jabariyah, adalah kelompok yang
berpendapat bahwa kehendak dan perbuatan manusia sudah ditentukan Tuhan. Jadi,
manusia dalam hal ini tak ubahnya seperti wayang. Ikhtiar dan doa yang
dilakukan manusia tidak ada gunanya.
4.
Asy’ariyah dan Maturidiyah, adalah kelompok yang mengambil jalan tengah antara Qodariyah dan Jabariyah. Manusia wajib berusaha semaksimal mungkin. Akan tetapi,
Tuhanlah yang menentukan hasilnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar