Mazhab yang pertama kali mengangkat filsafat hedonisme ialah kaum Cyrenaic, dinamai dengan tempat lahir pendiri mazhab tersebut Aristppos dari Cyrenaic, sebuah kota Yunani yang terletak di lokasi yang kini bernama Libya. Kaum Cyrenaic meyakini bahwa kepuasan merupakan kebaikan alamiah.Dengan demikian, kepuasan, dan hanya kepuasan, yang secara universal diakui oleh seluruh umat manusia sebagai hal yang di hasratkan.Sebaliknya, rasa sakit adalah keburukan alamiah, sesuatu yang secara luas dipahami sebagai hal yang tidak di hasratkan. Dengan demikian pernyataan yang menyatakan bahwa kehidupan yang baik adalah kehidupan yang mengandung sebanyak mungkin kepuasan dan sesedikit mungkin rasa sakit, merupakan pernyataan yang tampaknya dapat disepakati oleh manusia dari beragam masa dan budaya. Inilah kekuatan dari pernyataan yang menyebutkan bahwa kepuasan adalah hal alamiah dan bukan sebuah kebaikan konvensional, sedangkan rasa sakit adalah keburukan alamiah.
Dengan cara demikian, kepuasan dan rasa sakit sangat berbeda dari hal-hal seperti kehormatan dan rasa malu. Perbedaan tersebut memiliki dua aspek.Yang pertama, kehormatan tidak dianggap sebagai kebaikan universal sedangkan rasa malu tidak dianggap sebagai keburukan universal. Dalam beberapa kebudayaan, misalnya, orang-orang memiliki sentimen kuat terhadap kehormatan keluarga dan menganggap segala hal yang dapat mencemari nama keluarga sebagai hal yang menakutkan. Dalam kebudayaan lainnya, orang-orang tidak memiliki sentimen semacam itu.Yang kedua, anggapan mengenai hal-hal yang penuh kehormatan dan hal-hal yang memalukan adalah konsep yang berbeda menurut beragam kebudayaan. Jika hal-hal yang menimbulkan rasa sakit berlaku dalam semua budaya, hal-hal yang menyebabkan rasa malu dalam sebuah lingkungan bisa saja tidak menyebabkan rasa malu dalam lingkungan yang lain. Sekedar contoh, di beberapa tempat, hamil sebelum menikah di pandang sebagai hal yang mengerikan. Namun di tempat lain, hal yang di anggap mengerikan adalah meningkatnya gejala penyakit kanker. Penyebabnya barangkali adalah, tidak seperti kepuasan dan rasa sakit, gagasan-gagasan yang melatari pencarian kehormatan dan penghindaran rasa malu seringkali hancur di hadapan konsepsi kehidupan yang sangat berbeda.Kita dapat menolak gagasan yang menyataakan bahwa hamil di luar nikah adalah hal yang memalukan, namun kita tidak dapat membantah fakta bahwa pertumbuhan kanker menyebabkan rasa sakit.Demikian juga, kehormatan dan rasa malu adalah nilai yang sangat bergantung dengan adat istiadat suatu daerah dan masa tertentu. Novel karya Nathaniel Hawthorne The Scarlet Woman, yang berkisah tentang seorang ibu tidak menikah di lingkungan New England yang puritan, menggambarkan dalam kehidupan Inggris kontemporer di mana 40% kelahiran bayi terjadi di luar ikatan pernikahan. Sebaliknya, kata nilai-nilai alamiah tetap memiliki arti seperti adanya.
Dua contoh tersebut di atas menunjukan bahwa rasa sakit dan kepuasan berbeda dengan nilai-niai lain. Inilah yang menyebabkan keduanya di sebut sebagai kebaikan dan keburukan “alamiah”, sebuah ciri yang seolah memosisikan hedonisme di atas filsafat nilai lainnya. Atau demikianlah yang ada dalam benak Cyrenaic dan kalangan lain. Inilah persoalan yang akan kembali kita kaji, namun pertama-tama kita harus membahas persoalan lain terlebih dahulu. Jika kita menerima bahwa kepuasan (kenikmatan) adalah satu-satunya kebaikan sehingga pemahaman ini memberi kita pembenaran untuk terus mengejar kepuasan dan menyingkirkan rasa sakit dan bahkan menjadikan hal ini sebagai tujuan utama kehidupan kita, maka kita masih harus menjawab pertanyaan berikut: cara hidup seperti apa yang bisa memberikan kepuasan paling tinggi? Menurut Cyrenaics, yang menganut hedonisme popular, kehidupan terbaik adalah kehidupan yang bisa memenuhi kepuasan jasmaniah-makan, minum, seks dan lainnya. Pandangan semacam ini masih dianut hingga saat ini. Namun jika kita perhatikan secara serius, kita akan mendapati bahwa meski kepuasan dan rasa sakit barangkali berlawanan, namun kebaikan dan keburukan, biasanya saling menyertai. Oleh karena itu, pengejaran kepuasan jasmani juga akan mengundang rasa sakit jasmani.
Sekedar contoh, kepuasan akan makanan bergantung akan selera makan, yang tidak lain adalah rasa lapar. Hanya dengan menderita (setidaknya sedikit) perihnya rasa lapar, kita baru bisa merasakan kenikmatan makanan.Demikian juga, banyak orang menemukan kepuasan dan kenikmatan saat mabuk berat, namun mabuk biasanya juga disertai dengan rasa mual, pusing, dan rasa sakit saat bangun pagi. Atau juga suntikan heroin dianggap sebagai cara untuk membangkitkan sensasi jasmani dan mental yang tertekan. Namun penggunaan heroin juga menyebabkan pengguna mati rasa sehingga orang yang berada dalam pengaruh heroin sering kali melukai diri mereka sendiri dan menderita rasa sakit sehingga pada akhirnya mereka tidak nyaman.Demikian juga dengan seks.Sementara orang (seringkali juga kita semua) mendapati sesuatu yang di sebut sebagai kenikmatan seks bebas. Namun ketika menjerumuskan diri kedalamnya kita harus bersedia menerima resiko terkena VD, herpes, AIDS, dan penyakit lain yang tidak jarang menyebabkan kematian. Bahkan bentuk gratifikasi seksual yang relatif aman-pertunjukan porno dan film, misalnya-lazimnya memiliki efek buruk.
Dengan demikian, kehidupan ideal dalam versi Cyrenaics hanya menarik secara teorits, tidak secara riil. Jika kita mempertimbangkan secara serius, kita akan dapat melihat bahwa ideal semacam itu mustahil direalisasikan sehingga tidak bisa dianggap sebagai hal ideal. Inilah hal penting yang perlu ditekankan. Orang-orang yang bisa menerima dengan mudah perinah-perintah moral atau merasa tidak nyaman “kebahagiaan” kesalehan religius, seringkali memiliki kecurigaan bahwa perintah moral tersebut hanya mengekang kebebasan sehingga kita semua lebih baik memilih kehidupan yang penuh kenikmatan. Namun, seperti yang telah kita lihat, masih belum jelas apakah benar bahwa kehidupan penuh kebebasan tersebut bisa di wujudkan, meski tidak ada konvensi dan kekangan sosial.Terdapat banyak contoh untuk menjelaskan soal ini.Salah satunya adalah ketamakan. Ketamakan tidak lagi dianggap sebagai dosa, namun seseorang yang makan dengan rakus demi mengejar kenikmatan dia akan menderita obesitas dan merupakan target empuk dari berbagai penyakit yang menyertainya. Contoh lain adalah merokok. Banyak orang merokok karena merasakan kenikmatannya, namun sekali lagi ekses dari tindakan tersebut bisa menyebabkan penyakit, penyakit paru-paru dan jantung yang tidak bisa disembuhkan. Terkadang, orang yang menderita penyakit berbahaya karena kecanduan rokok atau kebanyak makan berpikir bahwa kenikmatan yang mereka kejar tidak akan menyebabkan hal yang mematikan, namun ini tidak menyanggah kesimpulan bahwa kehidupan yang hanya mengejar rasa puas dan penolakan rasa sakit mustahil diwujudkan.
Dengan cara demikian, kepuasan dan rasa sakit sangat berbeda dari hal-hal seperti kehormatan dan rasa malu. Perbedaan tersebut memiliki dua aspek.Yang pertama, kehormatan tidak dianggap sebagai kebaikan universal sedangkan rasa malu tidak dianggap sebagai keburukan universal. Dalam beberapa kebudayaan, misalnya, orang-orang memiliki sentimen kuat terhadap kehormatan keluarga dan menganggap segala hal yang dapat mencemari nama keluarga sebagai hal yang menakutkan. Dalam kebudayaan lainnya, orang-orang tidak memiliki sentimen semacam itu.Yang kedua, anggapan mengenai hal-hal yang penuh kehormatan dan hal-hal yang memalukan adalah konsep yang berbeda menurut beragam kebudayaan. Jika hal-hal yang menimbulkan rasa sakit berlaku dalam semua budaya, hal-hal yang menyebabkan rasa malu dalam sebuah lingkungan bisa saja tidak menyebabkan rasa malu dalam lingkungan yang lain. Sekedar contoh, di beberapa tempat, hamil sebelum menikah di pandang sebagai hal yang mengerikan. Namun di tempat lain, hal yang di anggap mengerikan adalah meningkatnya gejala penyakit kanker. Penyebabnya barangkali adalah, tidak seperti kepuasan dan rasa sakit, gagasan-gagasan yang melatari pencarian kehormatan dan penghindaran rasa malu seringkali hancur di hadapan konsepsi kehidupan yang sangat berbeda.Kita dapat menolak gagasan yang menyataakan bahwa hamil di luar nikah adalah hal yang memalukan, namun kita tidak dapat membantah fakta bahwa pertumbuhan kanker menyebabkan rasa sakit.Demikian juga, kehormatan dan rasa malu adalah nilai yang sangat bergantung dengan adat istiadat suatu daerah dan masa tertentu. Novel karya Nathaniel Hawthorne The Scarlet Woman, yang berkisah tentang seorang ibu tidak menikah di lingkungan New England yang puritan, menggambarkan dalam kehidupan Inggris kontemporer di mana 40% kelahiran bayi terjadi di luar ikatan pernikahan. Sebaliknya, kata nilai-nilai alamiah tetap memiliki arti seperti adanya.
Dua contoh tersebut di atas menunjukan bahwa rasa sakit dan kepuasan berbeda dengan nilai-niai lain. Inilah yang menyebabkan keduanya di sebut sebagai kebaikan dan keburukan “alamiah”, sebuah ciri yang seolah memosisikan hedonisme di atas filsafat nilai lainnya. Atau demikianlah yang ada dalam benak Cyrenaic dan kalangan lain. Inilah persoalan yang akan kembali kita kaji, namun pertama-tama kita harus membahas persoalan lain terlebih dahulu. Jika kita menerima bahwa kepuasan (kenikmatan) adalah satu-satunya kebaikan sehingga pemahaman ini memberi kita pembenaran untuk terus mengejar kepuasan dan menyingkirkan rasa sakit dan bahkan menjadikan hal ini sebagai tujuan utama kehidupan kita, maka kita masih harus menjawab pertanyaan berikut: cara hidup seperti apa yang bisa memberikan kepuasan paling tinggi? Menurut Cyrenaics, yang menganut hedonisme popular, kehidupan terbaik adalah kehidupan yang bisa memenuhi kepuasan jasmaniah-makan, minum, seks dan lainnya. Pandangan semacam ini masih dianut hingga saat ini. Namun jika kita perhatikan secara serius, kita akan mendapati bahwa meski kepuasan dan rasa sakit barangkali berlawanan, namun kebaikan dan keburukan, biasanya saling menyertai. Oleh karena itu, pengejaran kepuasan jasmani juga akan mengundang rasa sakit jasmani.
Sekedar contoh, kepuasan akan makanan bergantung akan selera makan, yang tidak lain adalah rasa lapar. Hanya dengan menderita (setidaknya sedikit) perihnya rasa lapar, kita baru bisa merasakan kenikmatan makanan.Demikian juga, banyak orang menemukan kepuasan dan kenikmatan saat mabuk berat, namun mabuk biasanya juga disertai dengan rasa mual, pusing, dan rasa sakit saat bangun pagi. Atau juga suntikan heroin dianggap sebagai cara untuk membangkitkan sensasi jasmani dan mental yang tertekan. Namun penggunaan heroin juga menyebabkan pengguna mati rasa sehingga orang yang berada dalam pengaruh heroin sering kali melukai diri mereka sendiri dan menderita rasa sakit sehingga pada akhirnya mereka tidak nyaman.Demikian juga dengan seks.Sementara orang (seringkali juga kita semua) mendapati sesuatu yang di sebut sebagai kenikmatan seks bebas. Namun ketika menjerumuskan diri kedalamnya kita harus bersedia menerima resiko terkena VD, herpes, AIDS, dan penyakit lain yang tidak jarang menyebabkan kematian. Bahkan bentuk gratifikasi seksual yang relatif aman-pertunjukan porno dan film, misalnya-lazimnya memiliki efek buruk.
Dengan demikian, kehidupan ideal dalam versi Cyrenaics hanya menarik secara teorits, tidak secara riil. Jika kita mempertimbangkan secara serius, kita akan dapat melihat bahwa ideal semacam itu mustahil direalisasikan sehingga tidak bisa dianggap sebagai hal ideal. Inilah hal penting yang perlu ditekankan. Orang-orang yang bisa menerima dengan mudah perinah-perintah moral atau merasa tidak nyaman “kebahagiaan” kesalehan religius, seringkali memiliki kecurigaan bahwa perintah moral tersebut hanya mengekang kebebasan sehingga kita semua lebih baik memilih kehidupan yang penuh kenikmatan. Namun, seperti yang telah kita lihat, masih belum jelas apakah benar bahwa kehidupan penuh kebebasan tersebut bisa di wujudkan, meski tidak ada konvensi dan kekangan sosial.Terdapat banyak contoh untuk menjelaskan soal ini.Salah satunya adalah ketamakan. Ketamakan tidak lagi dianggap sebagai dosa, namun seseorang yang makan dengan rakus demi mengejar kenikmatan dia akan menderita obesitas dan merupakan target empuk dari berbagai penyakit yang menyertainya. Contoh lain adalah merokok. Banyak orang merokok karena merasakan kenikmatannya, namun sekali lagi ekses dari tindakan tersebut bisa menyebabkan penyakit, penyakit paru-paru dan jantung yang tidak bisa disembuhkan. Terkadang, orang yang menderita penyakit berbahaya karena kecanduan rokok atau kebanyak makan berpikir bahwa kenikmatan yang mereka kejar tidak akan menyebabkan hal yang mematikan, namun ini tidak menyanggah kesimpulan bahwa kehidupan yang hanya mengejar rasa puas dan penolakan rasa sakit mustahil diwujudkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar