ads head

Advertisement

Kamis, 01 Februari 2018

Pandangan Ulama (Intelektual Muslim) tentang Demokrasi

Secara  garis  besar,  pandangan para  ulama/cendekiawan  muslim  tentang demokrasi terbagi  menjadi  dua pandangan utama,  yaitu; pertama,  menolak sepenuhnya, kedua, menerima dengan syarat tertentu. Berikut ditamplkan ulama yang mewakili kedua pendapat tersebut:

1.   Abul A’la Al-Maududi
Al-Maududi secara  tegas  menolak  demokrasi.  Menurutnya,  Islam tidak mengenal paham  demokrasi yang memberikan  kekuasaan besar kepada rakyat untuk menetapkan segala hal. Demokrasi adalah buatan manusia sekaligus produk dari pertentangan Barat terhadap agama sehingga cenderung sekuler. Karenanya, al-Maududi menganggap demokrasi modern (Barat) merupakan sesuatu yang bersifat syirik. Menurutnya, Islam menganut paham teokrasi (berdasarkan hukum Tuhan).

2.   Mohammad Iqbal

Menurut  Iqbal,  sejalan  dengan  kemenangan sekularisme  atas  agama, demokrasi  modern  menjadi  kehilangan  sisi spiritualnya  sehingga  jauh dari etika. Demokrasi yang merupakan  kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan   untuk   rakyat  telah   mengabaikan  keberadaan  agama.   Parlemen sebagai  salah satu pilar demokrasi  dapat  saja menetapkan hukum  yang bertentangan dengan nilai agama kalau anggotanya menghendaki. Karenanya, menurut  Iqbal Islam tidak dapat  menerima  model demokrasi Barat yang telah kehilangan basis moral dan spiritual. Atas dasar itu, Iqbal menawarkan  sebuah  konsep demokrasi spiritual yang dilandasi oleh etik dan moral ketuhanan. Jadi yang ditolak oleh Iqbal bukan  demokrasi  an sich, seperti yang dipraktekkan di Barat.
Lalu, Iqbal menawarkan sebuah model demokrasi sebagai berikut:
a)   Tauhid sebagai landasan asasi. b)  Kepatuhan pada hukum.
c)   Toleransi sesama warga.
d)  Tidak dibatasi wilayah, ras, dan warna kulit. e)   Penafsiran hukum Tuhan melalui ijtihad.
3.   Muhammad Imarah
Menurut Imarah, Islam tidak menerima  demokrasi secara mutlak dan juga tidak menolaknya  secara  mutlak. Dalam demokrasi,  kekuasaan legislatif (membuat dan  menetapkan hukum)  secara  mutlak berada di tangan  rakyat. Sementara,  dalam  sistem  syura (Islam) kekuasaan tersebut merupakan wewenang Allah Swt.. Dialah pemegang kekuasaan hukum  tertinggi. Wewenang   manusia  hanyalah  menjabarkan dan merumuskan  hukum  sesuai  dengan prinsip  yang  digariskan  Tuhan serta berijtihad untuk sesuatu  yang tidak diatur oleh ketentuan Allah Swt.. Jadi, Allah Swt. berposisi sebagai  al-Syâri’ (legislator) sementara manusia  berposisi sebagai  faqîh (yang memahami dan menjabarkan hukum-Nya).
Demokrasi Barat berpulang pada  pandangan mereka  tentang batas kewenangan Tuhan. Menurut Aristoteles, setelah Tuhan menciptakan alam,  Dia membiarkannya.   Dalam  filsafat Barat,  manusia  memiliki kewenangan legislatif dan  eksekutif. Sementara,  dalam  pandangan Islam, Allah Swt. pemegang otoritas tersebut. Allah berfirman: “Ingatlah, menciptakan  dan memerintah  hanyalah  hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”. (Q.S.al-A’râf/7:54). Inilah batas yang membedakan antara  sistem syariah Islam dan demokrasi Barat. Adapun hal lainnya seperti membangun hukum atas persetujuan umat, pandangan mayoritas, serta orientasi pandangan umum, dan sebagainya  adalah sejalan dengan Islam.

4.   Yusuf al-Qardhawi
Menurut Al-Qardhawi, substasi demokrasi sejalan dengan Islam. Hal ini bisa dilihat dari beberapa hal, misalnya sebagaimana berikut:
a)   Dalam  demokrasi  proses  pemilihan   melibatkan   banyak  orang untuk mengangkat seorang kandidat yang berhak memimpin dan mengurus keadaan  mereka. Tentu saja, mereka tidak boleh  akan memilih sesuatu  yang tidak mereka sukai. Demikian juga dengan Islam. Islam menolak  seseorang  menjadi  imam salat yang  tidak disukai oleh ma'mum di belakangnya.
b)  Usaha setiap rakyat untuk meluruskan  penguasa yang tiran juga sejalan dengan Islam. Bahkan amar ma'ruf dan nahi mungkar serta memberikan  nasihat kepada  pemimpin  adalah bagian dari ajaran Islam.
c)   Pemilihan  umum   termasuk   jenis  pemberian  saksi. Karena  itu, barangsiapa yang tidak menggunakan hak pilihnya sehingga kandidat  yang  mestinya  layak dipilih menjadi  kalah  dan  suara mayoritas  jatuh  kepada  kandidat  yang  sebenarnya tidak  layak, berarti ia telah menyalahi perintah  Allah Swt. untuk memberikan kesaksian pada saat dibutuhkan.
d)  Penetapan hukum  yang berdasarkan  suara  mayoritas  juga tidak bertentangan dengan prinsip Islam. Contohnya dalam sikap Umar yang tergabung dalam syura. Mereka ditunjuk Umar sebagai kandidat  khalifah dan sekaligus memilih salah seorang  di antara mereka untuk menjadi khalifah berdasarkan  suara terbanyak. Sementara,  lainnya yang  tidak terpilih harus  tunduk  dan  patuh. Jika suara  yang  keluar  tiga  lawan  tiga,  mereka  harus  memilih seseorang yang diunggulkan dari luar mereka, yaitu Abdullah ibnu Umar. Contoh  lain adalah  penggunaan pendapat jumhur  ulama dalam masalah khilafiyah. Tentu saja, suara mayoritas yang diambil ini adalah selama tidak bertentangan dengan nash syariat secara tegas.
e)   Kebebasan  pers  dan  kebebasan mengeluarkan pendapat, serta otoritas  pengadilan merupakan   sejumlah  hal  dalam  demokrasi yang sejalan dengan Islam.

5.   Salim Ali al-Bahasnawi
Menurut  Salim Ali al-Bahasnawi, demokrasi  mengandung sisi yang baik yang tidak bertentangan dengan Islam dan memuat  sisi negatif yang bertentangan dengan Islam. Sisi baik demokrasi adalah adanya kedaulatan rakyat selama tidak bertentangan dengan Islam. Sementara, sisi buruknya adalah penggunaan hak legislatif secara bebas yang bisa mengarah pada  sikap menghalalkan yang haram dan menghalalkan yang haram.
Karena  itu,  ia  menawarkan   adanya   Islamisasi  demokrasi   sebagai berikut:
a)   Menetapkan  tanggung jawab  setiap  individu  di hadapan Allah
Swt..
b)  Wakil rakyat harus berakhlak Islam dalam musyawarah dan tugas- tugas lainnya
c)   Mayoritas bukan ukuran mutlak dalam kasus yang hukumnya tidak ditemukan   dalam  al-qur'±n dan  Sunnah  (Q.S.an-Nis±/4:59)  dan (Q.S.al-Ahz±b/33:36).
d)  Komitmen  terhadap  Islam terkait  dengan persyaratan   jabatan sehingga hanya yang bermoral yang duduk di parlemen.

1 komentar:

iklan