Laporan Riset
Tatabahasa: Inkonsistensi Bahasa Indonesia
Michael Sega Gumelar
Pendahuluan
Bahasa Indonesia pada awalnya adalah Bahasa Melayu yangdijadikan bahasa persatuan sesuai dengan dokumen butir ketiga Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Kemudian Bahasa Melayu tersebut dijadikan sebagai bahasa resmi di Republik Indonesia sesuai dengan Pasal 36 Undang-Undang Dasar RI
1945. Bahasa Melayu banyak memiliki variasi yang disesuaikan dengan suku dan adat istiadat tertentu di masa lalu, dan yang paling mendekati dengan Bahasa Indonesia yang kini digunakan diperkirakan dari Area Kepulauan Riau, di masa lalu sekitar abad 19 disebut dengan nama Bahasa Melayu Riau.
Bahasa Indonesia mengalami banyak modifikasi, pengubahan makna, dan serapan dari bahasa asing lainnya bahkan sampai kini. Sewaktu masa Kolonial Belanda tentu saja serapan yang banyak diambil adalah dari Bahasa Belanda, seperti wortel dari kata wortelen, verboden, onderdil dari kata reserveonderdelen dan masih banyak lainnya. Pengubahan dan evolusi ke arah yang lebih baik tentu terjadi sejak resmi menjadi bahasa di Republik Indonesia yang tercatat dalam sejarah yaitu Ejaan van Ophuijsen, Ejaan Republik, Ejaan Pembaharuan, Ejaan Melindo, Ejaan yang Disempurnakan, dan terkini yaitu Ejaan Bahasa Indonesia.
∗ Peneliti koresponden: An1mage Research Division | Universitas Udayana | Universitas
Surya Mobile: +62818966667 | E-mail: michael.sega.gumelar@gmail.com
Elemen terkuat yang memperkaya adalah serapan dari bahasa daerah, dan bahasa asing, bahasa ilmu pengetahuan, bahasa teknologi, dan dari bahasa yang dicipta karena budaya lokal dan atau budaya populer dalam negeri dan atau luar negeri. Bahasa negara lainnya yang banyak diserap saat ini adalah Bahasa Inggris.Hal ini dikarenakan Bahasa Inggris digunakan sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan sekaligus sebagai bahasa internasional. Kemudian serapan lainnya karena pengaruh budaya dari Arab, India, Jepang, China, Korea, dan beberapa negara lainnya.
Manusia berbahasa secara umum memiliki potensi sebagai pengikut, penjaga, dan atau sebagai perintis, para perintis cenderung disebut pendobrak (tidak ortodoks) walaupun pendobrak tidak selalu menjadi innovator pada hal-hal baru. Pada saat ilmu pengetahuan seseorang di bidangnya demikian terkini dan mengacu kuat ke pemikiran acuan masa depan (cutting edge/postmodern), maka kecenderungan seorang pendobrak akan menjadi seorang yang mampu membuat inovasi (innovator).
Inovasi telah banyak terjadi pada Bahasa Indonesia dilakukan dari sejak awal sampai menjadi Bahasa Indonesia terkini, terbukti adanya Ejaan van Ophuijsen, Ejaan Republik, Ejaan Pembaharuan, Ejaan Melindo, Ejaan yang Disempurnakan, dan terkini yaitu Ejaan Bahasa Indonesia merupakan evolusi dari inovasi sebelumnya.
Buku Ejaan Bahasa Indonesia pun [1] masih banyak memiliki aturan yang juga tidak konsisten terhadap aturannya sendiri. Salah satu contoh adalah huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, atau sapaan.
Misalnya:
S.H. sarjana hukum M.A. master of arts M.A. magister agama
M.Hum. magister humaniora
M.Si. magister sains Mgr. monseigneur Pdt. pendeta
Dg. daeng
Dt. datuk
R.A. raden ayu Tb. tubagus Dr. doktor Prof. profesor Tn. tuan
Ny. nyonya
Sdr. Saudara
Tetapi menjadi tidak konsisten pada gelar kedokteran medis, sebagai contoh pada gelar dokter Klarisa Tiara Dewi di mana dalam Bahasa Inggris gelar tersebut tetap menggunakan kata Doctor, karena singkatan dari Medical Doctor. Di Indonesia untuk membedakan doktor medis dengan doktor nonmedis kemudian jadilah dibakukan oleh pemerintah kata doktor untuk nonmedis dengan singkatan Dr. dan doktor medis disebut dengan nama dokter dengan singkatan dr.
Singkatan dokter medis menjadi dr. ini kalah bobot dengan singkatan saudara yang menjadi Sdr. Di mana singkatan Sdr. masih menggunakan huruf besar untuk menghargai orangnya sedangkan dokter menjadi dr. tetap menjadi huruf kecil dan memiliki bobot “seakan tidak menghargai orangnya, investasi waktu, uang, dan keterampilan yang dimiliki”. Masalah tersebut adalah sebagai pembuka. Masih banyak yang penulis usulkan dan untuk menjadi acuan pembaruan agar Bahasa Indonesia memiliki struktur dan logika yang lebih memiliki bobot untuk dijadikan alasan dalam keputusan pembaruan di masa depan oleh pemerintah.
Diskusi
Penelitian dalam laporan ini menggunakan studi kualitatif yang mencakup studi banding, studi pustaka, studi kritis, studi budaya, dan studi bahasa secara semiotik, semantik, dan hermeneutics.1. Satu Subjek
Struktur satu subjek ini belum populer di Indonesia. Penulis mengusulkan satu subjek ini menjadi salah satu alasan logis untuk diterapkan sebagai salah satu aturan
dalam Bahasa Indonesia karena akan memudahkan
translasi dari dan ke Bahasa Inggris.
Kata Parent padanan katanya adalah orang tua. Bagaimana membedakan orang tua sebagai ayah dan ibu dengan orang yang sudah tua yang juga disebut orang tua? Di sinilah satu subjek menjadi potensi solusi yang memungkinkan. Parent karena satu subjek maka setara dengan orangtua, satu kata serangkai berasal dari kata gabungan orang dan tua untuk membedakan orangtua sebagai ayah dan ibu, dan untuk membedakan orang tua sebagai orang yang sudah tua.
Grammar diterjemahkan menjadi tata bahasa, padahal grammar merupakan satu subjek, terjemahan yang lebih tepat adalah ditulis serangkai agar menjadi satu subjek yaitu menjadi tatabahasa. English merupakan satu subjek, tetapi English memiliki banyak tafsiran dan arti sesuai dengan konteks keperluan kalimat. English bisa menjadi Bahasa Inggris, tempat, etnis, dan atau tempat, dan mungkin punya potensi arti lainnya sesuai keperluan dan budaya masing-masing.
Terjemahan English sebagai bahasa menjadi satu subjek dan menggunakan huruf besar semua sebagai ikatan terhadap negaranya. English ditulis menjadi Bahasa Inggris bukan bahasa Inggris. Karena satu subjek jadi perlu dilakukan kesetaraan huruf kapital di awal kata. Bahasa Indonesia adalah satu subjek dan tidak terpisah menjadi bahasa Indonesia, di mana terasa jauh dan tidak diikat hanya dengan menggunakan huruf kecil di awal bahasa Indonesia yang selama ini digunakan.
Tentu saja ini tidak sesuai dengan acuan huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa versi Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) [1]. Di mana dalam EBI diberikan contoh:
bangsa Indonesia suku Dani
bahasa Bali agama Islam
Padahal menurut struktur logika satu subjek akan sangat menghargai, maka penulisan yang diusulkan dan menempati dengan pas logika satu subjek adalah:
Bangsa Indonesia
Suku Dani Bahasa Bali Agama Islam
Tetapi apa yang terjadi dengan penggunaan pada geografi, huruf kapital ditetapkan pada huruf pertama nama geografi oleh EBI [1].
Misalnya: Pulau Miangas Bukit Barisan Danau Toba Jalan Sulawesi Gunung Semeru Ngarai Sianok Jazirah Arab Selat Lombok Lembah Baliem
Di contoh tersebut kedudukan bangsa, ras, suku, bahasa,
dan yang berhubungan dengan orang “terkesan memiliki
‘nilai’ tidak dihormati” dan lebih menghormati tempat, terbukti dengan aturan baku oleh pemerintah tersebut, walaupun secara logika aturan poin tersebut sudah “menerapkan logika satu subjek secara sadar dan atau tidak sadar”. Logika satu subjek yang sebenarnya tidak baru dan telah diterapkan pada geografi juga memberi peluang adanya pembaruan. Yang dianggap satu subjek, maka wajib satu subjek tersebut huruf besar di awalnya.
Misalnya dua kata yang sebenarnya satu subjek yaitu pada kalimat “Mereka tinggal di pulau Bali”, penuangannya dua kata tersebut yang sebenarnya satu subjek tadi adalah salah. Karena satu kesatuan subjek maka yang benar adalah “Pulau Bali”. Sehingga kalimat baru yang benar adalah “Mereka tinggal di Pulau Bali” berdasarkan logika satu subjek ala huruf kapital penerapan pada geografi.
Bagaimana dengan “Mereka tinggal di perumahan penduduk Bali” Apakah ada yang seharusnya satu subjek? Ya ada satu subjek pada “perumahan penduduk Bali” oleh karena itu yang benar dituliskan “Perumahan Penduduk Bali” menjadi “Mereka tinggal di Perumahan Penduduk Bali” bila merasa terganggu dengan huruf besar tersebut karena satu subjek ada baiknya menuliskan “Mereka tinggal di perumahan penduduk di Bali”.
Demikian juga untuk nama hari, bila ada nama harinya mengikuti kata hari misalnya “Hari Minggu” maka penulis mengadopsi dari kata “Sunday” yang dijadikan satu subjek dan tidak dituliskan “Sun Day”. Bila penulis kebingungan ada baiknya menghilangkan kata hari, misalnya di kalimat “Dia akan datang di Hari Minggu” maka sebaiknya dituliskan menjadi “Dia akan datang Minggu” menghilangkan kata hari, sebab kata Minggu adalah pasti untuk hari.
Menurut EBI [1] huruf pertama nama diri geografi yang digunakan sebagai nama jenis tidak ditulis dengan huruf kapital.
Misalnya:
jeruk bali (Citrus maxima)
kacang bogor (Voandzeia subterranea)
nangka belanda (Anona muricata)
petai c[h]ina (Leucaena glauca)
Bagi penulis, justru aturan tersebut bertentangan secara logika ala satu subjek. Kata buah yang ada nama area “Aku membawa Apel Malang” wajib dituliskan huruf besar karena ada nama daerah yang mengikutinya menjadi satu subjek. Bila ingin menghindarkan kebingungan maka ada baiknya menuliskannya “Aku membawa apel dari Malang”. Walaupun banyak yang masih belum spesifik apel dari Malang tersebut varian jenis apel apa?
Bukankah ada nama buah yang memang diberi nama mengikuti asal buah-buahan tersebut. Memang benar, tetapi ada baiknya sudah mulai berpikir kreatif dan tidak dengan mudahnya memberikan nama suatu buah dengan menambahkan nama asalnya. Buah dengan nama yang sama lalu karena varian tersebut dari suatu daerah menambahkan asalnya tidak membuat asal daerah tersebut secara otomatis dikenal, bahkan bila kualitasnya buruk, maka tentu saja buruk pula nama daerah asal tersebut.
Apalagi bila dibuat perbandingan yang mengarah ke kontes, misalnya manis mana Apel Malang dengan Apel Ambon? Sangat bagus bila menyebut variasi buah duku dari Maluku dengan nama langsat, nama yang unik.
2. Kata Depan
Tertulis di EBI [1] kata depan seperti di, ke, dan dari, ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Di mana dia sekarang?
Kain itu disimpan di dalam lemari.
Dia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan. Mari kita berangkat ke kantor.
Saya pergi ke sana mencarinya. Ia berasal dari Pulau Penyengat. Cincin itu terbuat dari emas.
Penulis mengusulkan agar penjelasannya lebih rinci, terutama untuk di dan ke saat berfungsi sebagai kata depan untuk tempat dan waktu pasti dipisah, kemudian bila menjadi kata kerja, maka penulisannya dirangkai.
Benar Salah
Aku salat di langgar Aku salat dilanggar Di saat itu, hujan Disaat itu, hujan Aku pergi ke luar Aku pergi keluar Ada di balik pintu Ada dibalik pintu
Kalian segera keluar Kalian segera ke luar
Duduk di antara kami Duduk diantara kami
3. Bentuk Ulang
Bentuk pengulangan kata akhiran -an ditulis dengan menggunakan tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya memiliki potensi menjadi tidak serius dan berkesan tiruan
karena adanya kerancuan dan potensi serapan dari Bahasa Populer Popular Memopulerkan
Jawa. Penulis mengusulkan agar akhiran –an ini diberi Publikasi Publication Memublikasikan
penjelasan tersendiri.
Contoh: Telepon Teror Setrum Telephone Terror Stroom Menelepon Meneror Menyetrum
Kacang-kacangan memiliki arti variasi kacang.
Polong-polongan memiliki arti variasi [kacang] polong.
Bagaimana dengan pengulangan kata berikut:
Mobil-mobilan yang tidak memiliki arti variasi mobil, tetapi cenderung memiliki arti mobil mainan.
Motor-motoran yang tidak memiliki arti variasi motor, tetapi cenderung memiliki arti motor mainan.
Dari logika tersebut bila menyebut pengulangan “Kacang- kacangan” menjadi “seperti” memiliki arti “kacang mainan”.
Penulis mengusulkan agar pengulangan dengan akhiran – an diberi penjelasan khusus dan diberikan solusi menggantinya dengan kata variasi atau ragam. Kacang- kacangan menjadi variasi kacang.
4. Huruf Luluh
Terjadi pada kata awal yang memiliki K, P, T, dan S yang dirangkaikan dengan me, me-an, me-kan, meng-an, meny- kan.
Contoh:
Kambing hitam menjadi mengambinghitamkan
Perhatian menjadi memerhatikan Terlantar menjadi menelantarkan Sengsara menjadi menyengsarakan
Lalu bagaimana dengan kaji ternyata menjadi mengkaji, di mana seharusnya menjadi mengaji. Dengan alasan mengaji adalah membaca kitab suci bukan mengaji dalam arti meneliti dan berpikiran kritis. Penulis menyarankan mengaji kitab suci menjadi membaca kitab suci. Sedangkan meneliti serta berpikiran kritis tetap menjadi mengaji.
Ada pemikiran kata-kata serapan asing bila huruf awalnya ada K, P, T, S maka tidak luluh. Seperti kata konstruksi tidak menjadi mengonstruksi. Namun apa yang terjadi dengan konsumsi dari bahasa asing berikut yang juga merupakan serapan dari bahasa asing, tidak konsisten bukan.
Saran penulis, sebaiknya semua kata serapan pun
sebaiknya diluluhkan atau semuanya tidak diluluhkan agar tidak perlu memberikan energi khusus untuk mengingatnya mana kata yang luluh dan tidak, untuk memudahkan mempelajari dan menerjemahkan ke dan dari bahasa asing.
5. Partikel pun
Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya [1].
Misalnya:
Apa pun permasalahannya dia mampu mengatasinya. Jika pulang tengah malam pun tidak masalah.
Satu kali pun kau belum pernah datang ke rumahku.
Partikel pun yang merupakan unsur kata penghubung ditulis serangkai. Seperti adapun, andaipun, ataupun, maupun, bagaimanapun, betapapun, kalaupun, meskipun, sekalipun, biarpun, sungguhpun, walaupun, kendatipun. Kata-kata tersebut jenis kata tugas, yakni kata-kata yang berfungsi penghubung atau pengantar kalimat
Meskipun sibuk, dia mampu menemuiku. Dia tetap bersemangat walaupun lelah.
Adapun penyebab kemacetan itu belum diketahui. Bagaimanapun pekerjaan itu harus selesai sabtu ini.
Penulis menemukan aturan tersebut membuang energi khusus untuk mengingatnya dan atau membuat seseorang selalu membuka dokumen sebagai acuan untuk memilah kata “pun” yang dipisah dan mana yang dirangkai.
Penulis menyarankan kepada pemerintah untuk memilih salah satu yaitu ditentukan untuk digabung atau dipisah semuanya agar konsisten untuk memudahkan mempelajari dan menerjemahkan Bahasa Indonesia.
6. Sebuah
Sebuah sebagai pengganti umum per satu jumlah. Penulis seringkali melihat dan mendengar kata sebuah menjadi pengganti umum per satu jumlah yang tidak tepat, perhatikan kata-kata yang kiri adalah yang salah dan yang benar adalah yang di sebelah kanan.
Salah Benar Sebuah mobil Seunit mobil Sebuah motor Seunit motor Sebuah batu Sebongkah batu
Sebuah batu kecil Segenggam batu kecil
Sebuah kerikil Sebutir kerikil
Sebuah kaca Selembar kaca
Sebuah kertas Selembar kertas Sebuah buku Sejilid buku Sebuah gelas Secangkir gelas Sebuah tongkat Sebatang tongkat Sebuah pohon Sebatang pohon Sebuah ranting pohon Seranting pohon Sebuah tangkai pohon Setangkai pohon Sebuah lidi Sebatang lidi Sebuah gedung megah Segedung megah Sebuah bunga mawar Sepetik mawar Sebuah ikat padi Sejumput Padi Sebuah ikat padi Seikat padi Sebuah butir peluru Sebutir peluru Sebuah biji avokad Sebiji avokad Sebuah komputer Seunit komputer Sebuah sawah Sepetak sawah Sebuah sawah Sebidang sawah Sebuah ruang Sepetak ruang Sebuah ruang Sebilik ruang Sebuah tanah Sebidang tanah Sebuah ide Suatu ide
Sebuah benda aneh Suatu benda aneh Sebuah cincin Selingkar cincin Sebuah penelitian Suatu penelitian Sebuah telur Sebutir telur
Sebuah bayangan Sebentuk bayangan Sebuah pisau Sebilah pisau Sebuah pedang Sebilah pedang Sebuah lagu Sedendang lagu Sebuah lagu Senandung lagu Sebuah daun Sehelai daun Sebuah sungai Sealir sungai Sebuah danau Sebidang danau Sebuah ikan besar Seekor ikan besar Sebuah planet Suatu planet
Sebuah bintang Suatu bintang
Penulis mengusulkan kepada pemerintah agar kata “sebuah” memiliki daftar kurang lebih seperti penulis sebutkan di atas dalam pembaruan Tatabahasa Indonesia ke depannya untuk membangkitkan kesadaran penggunaan yang baik dan tidak serta merta mencari pengganti dengan kata “sebuah”.
7. Serapan huruf G dan J yang tidak konsisten
Penulis menemukan inkonsistensi pada serapan huruf G dan J dari Bahasa Inggris di sebelah kiri ke dalam Bahasa Indonesia yang ada di sebelah kanan.
Inggris Indonesia Energy Energi Digital Digital Genius Genius Germany Jerman Management Manajemen Marginal Marginal
Manager Manajer Project Proyek Religious Religius Subject Subjek Object Objek Elite Elite Committee komite
Penulis menyarankan untuk memilih menyerap menjadi G dan J semuanya atau menjadi J dan Y semuanya atau menyerap dan tidak mengubah huruf G dan J, silakan dipilih tetapi konsisten dalam penerapannya. Sedangkan untuk huruf akhiran E seperti elite yang tetap diadopsi menjadi elite, Committee menjadi komite.
Hal ini memberi ide pada penulis dan usulan kepada pemerintah untuk menetapkan aturan serapan kata asing yang berakhiran huruf satu E dan dua huruf E diserap menjadi satu huruf E ke dalam kata Bahasa Indonesia, dalam hal ini penulis melanjutkan apa yang telah dilakukan pemerintah.
8. Istilah dan Logika yang Aneh
Kenapa penulis menyebutnya dengan istilah dan logika yang aneh karena istilah (idiom) merupakan bagian dari budaya, terkadang suatu budaya muncul tidak melibatkan logika, tetapi lebih sering dikarenakan perasaan, tren, dan mencari mudahnya saja di suatu masa dan saat tertentu.
Misalnya:
“Bubur kacang hijau” yang memiliki arti bubur berbahan kacang hijau.
“Bubur ayam” yang memiliki arti bubur berbahan ayam.
“Nasi bebek” yang memiliki arti nasi berbahan bebek. “Nasi kucing” yang memiliki arti nasi berbahan kucing? “Bubur bayi” yang memiliki arti bubur berbahan…? “Memakai baju dinas militer” memiliki arti menutupi tubuh dengan baju dinas militer, padanannya “to wear” dalam Bahasa Inggris.
“Memakai sepeda motor An1mage” memiliki arti menutupi tubuh dengan sepeda motor An1mage, menjadi tidak tepat, padanan yang tepat adalah “to use” yang artinya menggunakan. Oleh karena itu kalimat yang tepat adalah “Menggunakan sepeda motor An1mage”
Istilah-istilah (idioms) tersebut muncul karena adanya logika pilihan kata dan kesederhanaan berpikir. Penulis menyarankan agar pemerintah membuat istilah-istilah baku (idioms) yang memberikan pencerahan agar tidak terjadi salah persepsi dan makna.
Penulis sering sekali saat mengajar di kelas berhadapan dengan siswa dan atau mahasiswa berkata, “Pak diabsen dong” padahal dia hadir. Kata absen serapan dari absent memiliki arti tidak hadir. Seorang siswa berkata,” Absen itu hadir Pak, yang tidak hadir itu alpa.” Bukankah absen
dan alpa itu setara. Seharusnya hadir itu presen serapan dari present, sayangnya kata present tidak diserap menjadi presen. Hal ini diperparah dengan adanya kata mengabsen yang artinya mengecek kehadiran. Pilihan istilah (idiom) yang tidak tepat.
Pemilihan kata yang tidak tepat terjadi juga pada kata kiat yang memiliki nilai positif. Sering sekali ada kalimat, “Kiat apa yang Anda lakukan sehingga menjadi direktur yang sukses?” kata kiat serapan dari kata cheat. Di mana cheat artinya berbuat curang, lalu di Indonesia diserap menjadi bernilai positif seperti trik dan tips. Padahal kalau menggunakan istilah yang benar dari cheat dalam Bahasa Inggris, kata-katanya menjadi, “Hal curang apa yang Anda lakukan sehingga menjadi direktur yang sukses?”
Kata karier diserap dari kata career, padahal kata karier lebih dekat kepada carrier yang artinya pembawa, pengangkut, dan sejenisnya di mana artinya tergantung konteks kalimatnya. Penulis menyarankan kata karier diubah menjadi karir atau karer di mana lebih dekat ke kata career. Penulis mengacu pada kata sistem dari serapan system, juga acuan dari kata praktik dari kata serapan practice. Silakan usulan penulis dipilih dan ditetapkan oleh pemerintah, mana yang akan ditetapkan nantinya.
“Mari kita melihat data-data yang ada,” kata Rangga yang telah berubah menjadi Superhero Komodo. Kalimat di atas menjadi salah dalam Bahasa Inggris untuk kata “data” yang diulang, sebab data sudah merupakan bentuk jamak (plural) yaitu bernilai lebih dari satu, sebab bentuk tunggal (singular) dari data adalah datum. Sayangnya datum tidak masuk dalam kamus Bahasa Indonesia sebagai kata bernilai tunggal dari data.
Arti datum dalam Bahasa Indonesia adalah tanggal; hari bulan. Arti datum tersebut melenceng jauh dari serapan Bahasa Inggris-nya. Jadi mengucapkan kata “data-data” di atas adalah benar, tetapi penulis mengusulkan kepada pemerintah agar dibuat solusinya untuk hal ini yaitu mengesahkan kata datum-datum, dengan memperbaiki arti datum dari tanggal; hari bulan menjadi padanan Bahasa Inggris datum bentuk tunggal (singular) dari data.
Prestise dalam Bahasa Indonesia memiliki arti wibawa (perbawa) yang berkenaan dengan prestasi atau kemampuan seseorang, padahal dalam prestise serapan dari kata prestige di Bahasa Inggris yang artinya gengsi, dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan prestasi. Sebab prestasi kalimat yang setara adalah achievement.
Pers memiliki arti segala hal yang berhubungan dengan cetak dan penerbitan versi cetak. Namun serapan media pers melenceng jauh dari kata press media. Arti dari kata press media adalah media cetak, lalu apa arti kata pers?
Masih banyak lagi istilah-istilah (idioms) dalam Bahasa Indonesia di mana maknanya tidak tepat yang dapat dicari, tetapi bagi penulis yang menggunakan studi kualitatif dalam penelitian ini, mencari kuantitas bukan tujuan utama, karena satu saja sudah cukup untuk memberikan alasan sebagai argumen yang kuat.
Konklusi
Telah penulis uraikan dalam diskusi penelitian ini, diperlukan segera solusi untuk memperbaharui pemahaman “Ejaan Bahasa Indonesia” menjadi “Tatabahasa Indonesia” karena mengeja bukanlah tentang tatabahasa (grammar), mengeja artinya menyebutkan satu demi satu huruf yang dimaksud.Lebih lanjut juga diperlukan penggunaan logika “satu subjek”. Pemberian contoh penggunaan kata depan yang tepat untuk membedakan tempat, waktu, dan kata kerja. Bentuk pengulangan kalimat yang perlu dicarikan solusi agar tidak cenderung mengubah artinya menjadi “meremehkan” segala sesuatu. Serapan dan adaptasi huruf G dan J yang konsisten. Huruf luluh yang konsisten agar dibuat tidak luluh, atau luluh semuanya di mana berguna agar konsisten dan tidak perlu lagi membedakan mana kata serapan dan mana yang tidak.
Penggunaan partikel pun agar ditetapkan menjadi dirangkai atau dipisah, memilih salah satu untuk konsistensi dan kemudahan. Penggunaan kata pengganti “sebuah” diperjelas dan diberi contoh, sehingga bangkit pemahaman yang lebih mengena untuk penggunaannya. Penjelasan yang baik dan pemahaman yang baik dalam Tatabahasa Indonesia akan sedikit banyak memperkuat logika seseorang agar tepat menggunakan istilah yang sesuai.
Penelitian ini semoga memberikan pemikiran dan usulan bagi pemerintah untuk memperbaharui Ejaan Bahasa Indonesia menjadi Tatabahasa Indonesia. Usulan agar Bahasa Indonesia berevolusi terus agar menjadi lebih baik di masa depan. Penelitian ini merupakan sumbangsih sederhana penulis untuk negara tercinta, Republik Indonesia.
Referensi
[1] Tim Pengembang Pedoman Bahasa Indonesia. 2016. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
2016.
[2] Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
2009. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan. Menteri Pendidikan Nasional R.I.
[3] Gumelar, M.S., Kuntarto, Niknik M. 2011. Academic Writing.
[4] Niknik M. Kuntarto. 2011. Cermat dalam berbahasa teliti dalam berpikir: panduan pembelajaran bahasa Indonesia sebagai mata kuliah pengembangan kepribadian berbasis kompetensi di perguruan tinggi. Mitra Wacana Media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar