ads head

Advertisement

Senin, 08 Januari 2018

Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Nasional

Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Nasional

Kedudukan sebagai bahasa nasional ini disandang oleh bahasa indonesia sejak dicetuskannya sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928. Sebagaimana diketahui, isi bagian ketiga sumpah itu berkenaan dengan “menjunjung bahasa persatuan, bahasa indonesia”. Istilah “Indonesia” yang dicantumkan dibelakang kata “bahasa” pada sumpah itu jelas – jelas berkonotasi politik, sejalan dengan cita – cita kaum pergerakan bangsa Indonesia pada masa itu. Sesungguhnyalah, yang dimaksud sebagai “bahasa indonesia” pada saat itu tidak lain dari pada bahasa melayu. Muncul pertanyaan, “mengapa bahasa melayu yang “diangkat” menjadi bahasa persatuan (nasional)?” mengapa bukan bahasa jawa, misalnya, yang jumlah penduduknya meliputi hampir separuh jumlah penduduk Indonesia? Atau, mengapa bukan bahasa sunda? Dan atau yang lainnya?.

Berkaitan dengan pertanyaan itu, sekalipun dalam format yang berbeda – beda, Slamet mulyana(1965), S. Suharyanto (1981), J.S. Badudu (1993), dan Anton M. Moelyono (2000) mengemukakan adanya empat faktor yang menjadi penyebab, yaitu faktor historis (kesejarahan, bahasa melayu sebagai Lingua fanca), Faktor psikologis (semangat mengutamakan kepentingan bersama), faktor demokratisasi (kesederhanaan) bahasa, dan faktor reseptif (kemudahan bahasa menerima pengaruh untuk pengembangannya).

Apakah ada perbedaan antara bahasa melayu pada 27 Oktober 1928 dan bahasa indonesia pada 28 Oktober 1928? Dari segi wujud, baik struktur, sistem maupun kosakatanya jelas tidak berbeda. Kerangkanya sama. Yang berbeda adalah semangat dan jiwa barunya. Sebelum sumpah pemuda, semangat dan jiwa bahasa melayu masih bersifat kedaerahan atau kemelayuan. Akan tetapi, pada saat (dan setelah sumpah pemuda), semangat dan jiwa yang tadinya kedaerahan itu sudah menjadi bersifat nasional atau berjiwa keindonesiaan. Pada saat itulah, bahasa melayu yang berjiwa dan bersemangat baru diganti dengan nama bahasa indonesia.

Hasil perumusan seminar bahasa nasional (Jakarta, 25 -28 Februari 1975, yang kemudian dikukuhkan dalam seminar politik bahasa (Cisarua, Bogor, 8 – 12 November 1999), antara lain, menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa indonesia berfungsi sebagai:
•    Lambang kebanggaan nasional
•    Lambang identitas nasional
•    Alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda – beda latar belakang sosial, budaya dan bahasanya
•    Alat perhubungan antar budaya dan antar daerah

Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa indonesia mencerminkan sekaligus memancarkan nilai – nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai sosial budaya yang dicerminkan bahasa indonesia, bangsa Indonesia harus bangga terhadapnya, bangsa Indonesia harus menjunjungnya, memelihara, mengembangkan, dan mempertahankannya. Kebanggaan pemakainya senantiasa harus ditumbuh kembangkan dalam diri setiap insan Indonesia. Sebagai realisasi kebanggaan itu, bangsa Indonesia harus menggunakannya tanpa rasa rendah diri tanpa rasa malu dan tanpa rasa acuh tak acuh.  Sebagai lambang identitas nasional, bahasa indonesia merupakan “lambang” Indonesia. Dalam hal ini, bahasa indonesia dapat dikatakan memiliki kedudukan yang setara dan serasi dengan lambang kebangsaan yang lain, seperti bendera merah putih, garuda pancasila, dan lagu kebangsaan Indonesia raya. Ini berarti, dengan bahasa Indonesia, bahasa indonesia menyatakan jati dirinya, menyatakan sifat, perangai dan wataknya sebagai bangsa Indonesia. “Bahasa menunjukkan bangsa”, kata pepatah. Melalui bahasa indonesia, bangsa Indonesia menyatakan kepribadian dan harga dirinya. Karena fungsinya yang demikian itu, bangsa Indonesia harus menjaganya; jangan sampai ciri kepribadian bangsa Indonesia tidak tercermin di dalamnya; jangan sampai bahasa indonesia tidak menunjukkan gambaran bangsa Indonesia yang sebenarnya. Implikasinya adalah bahwa bahasa indonesia harus memiliki identitasnya sendiri. Identitas itu baru bisa dimiliki hanya jika masyarakat pemilik dan pemakainya membina dan mengembangkannya sedemikian rupa sehingga ia bersih dari unsur – unsur bahasa lain, terutama bahasa asing (seperti bahasa inggris) yang tidak benar – benar dibutuhkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

iklan