MAKALAH
BAHASA INDONESIA
PENALARAN
OLEH KELOMPOK V
1. Bobi Tetrianto :
F1A1 14351
2. Asep Sunardi :
F1A1 14347
3. Asniyanti :
F1A1 14349
4. Arnika Risnawati : F1A1 14344
5. Gusti Ayu Made Sukmayani : F1A1 14356
6. Surahman : F1A1 14384
7. Ismail : F1A1 14367
SISTEM INFORMASI
FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS 19 NOVEMBER
MULTI
LADONGI
2014 / 2015
Kata
Pengantar
Puji dan syukur marilah kita
panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmatnya akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas
mata kuliah.
Dalam makalah ini, penulis akan
sedikit menjelaskan tentang "PENALARAN" dengan segala
permasalahannya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini
jauh dari kesempurnaan dan di susun dalam berbagai keterbatasan. Maka dari itu,
penulis mengharapkan kritik dan sarannya yang bersifat membangun, sehingga
mendorong kami untuk bisa memperbaikinya.
Penulis mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini sehingga
dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.
Penulis berharap makalah ini
bermanfaat, khususnya bagi penulis, dan umumnya bagi siapa saja yang
membacanya. Amin.
Lambandia,
16 November 2014
Penulis
I
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...................................................................................................i
Daftar Isi............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
A.
Latar Belakang.......................................................................................1
B.
Rumusan Masalah..................................................................................1
C.
Tujuan Penulisan....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................2
A.
Pengertian Penalaran..............................................................................2
B.
Penalaran Deduktif................................................................................2
C.
Penalaran Induktif..................................................................................5
BAB III PENUTUP..........................................................................................8
A.
Kesimpulan............................................................................................8
B.
Saran dan Kritik.....................................................................................8
Daftar Pustaka...................................................................................................9
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pencarian pengetahuan yang benar harus berlangsung
menurut prosedur atau kaedah hukum, yaitu berdasarkan logika. Sedangkan
aplikasi dari logika dapat disebut dengan penalaran dan pengetahuan yang benar
dapat disebut dengan pengetahuan ilmiah. Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah
dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu Penalaran Deduktif dan Penalaran
Induktif. Penalaran deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu
peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir
pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode
ini diawali dari pembentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen
dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih
dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya
dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif
tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Penalaran induktif merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa khusus
sebagai hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau
pengetahuan baru yang bersifat umum. Dalam hal ini penalaran induktif merupakan
kebalikan dari penalaran deduktif. Dengan demikian, untuk mendapatkan
pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan secara bersama-sama
dan saling mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu wujud penelitian ilmiah yang
menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika.
B. Rumusan
Masalah
1. Apakah yang dimaksud
dengan Penalaran Deduktif?
2. Apakah yang dimaksud
dengan Penalaran Induktif ?
C. Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui definisi
Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif.
2. Memahami arti
Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif.
3. Mampu menjelaskan
Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif.
.
BAB 2
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN PENALARAN
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari
pengamatan indera (pengamatan
empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan
pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi
yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap
benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak
diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Ada dua jenis metode dalam
menalar yaitu deduktif dan induktif.
B. PENALARAN
DEDUKTIF
Penalaran Deduktif adalah proses penalaran untuk
manarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku khusus berdasarkan
atas fakta-fakta yang bersifat umum. Proses penalaran ini disebut Deduksi.
Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yakni dimulai dari hal-hal
umum, menuju kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah proses
pembentukan kesimpulan deduktif tersebut dapat dimulai dari suatu dalil atau
hukum menuju kepada hal-hal yang kongkrit. Contoh : Masyarakat Indonesia
konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah
kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media
hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan
penanda status sosial.
Penarikan simpulan (konklusi) secara deduktif dapat
dilakukan secara langsung dan dapat pula dilakukan secara tak langsung.
1.
Menarik Simpulan secara Langsung
Simpulan (konklusi) secara langsung ditarik dari satu
premis. Sebaliknya, konklusi yang ditarik dari dua premis disebut simpulan tak langsung.
Misalnya:
1) Semua S adalah
P. (premis)
Sebagian P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua ikan berdarah dingin. (premis)
Sebagian yang berdarah dingin adalah ikan. (simpulan)
2) Tidak satu pun S
adalah P. (premis)
Tidak satu pun P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Tidak seekor nyamuk pun adalah lalat. (premis)
Tidak seekor lalat pun adalah nyamuk. (simpulan)
3) Semua S adalah P.
(premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
Semua rudal adalah senjata berbahaya. (premis)p
Tidak satu pun rudal adalah senjata tidak berbahaya. (simpulan)
4) Tidak satu pun S
adalah P. (premis)
Semua S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
Tidak seekor pun harimau adalah singa. (premis)
Semua harimau adalah bukan singa. (simpulan)
5) Semua S adalah P.
(premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Tidak satu pun tak-P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua gajah adalah berbelalai. (premis)
Tak satu pun gajah adalah takberbelalai. (simpulan)
Tidak satu pu yang takberbelalai adalah gajah. (simpulan)
2.
Menarik Simpulan secara Tidak Langsung
Penalaran deduksi yang berupa penarikan simpulan
secara tidak langsung memerlukan dua premis sebagai data. Dari dua premis ini
akan dihasilkan sebuah simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang
bersifat umum dan premis yang kedua adalah premis yang bersifat khusus.
Untuk menarik simpulan secara tidak langsung ini, kita
memerlukan suatu premis (pernyataan dasar) yang bersifat pengetahuanyang semua
orang sudah tahu, umpamanya setiap manusia akan mati, semua ikan berdarah
dingin, semua sarjana adalah lulusan perguruan tinggi, atau semua pohon kelapa
berakar serabut.
Beberapa jenis penalaran deduksi dengan penarikan
secara tidak langsung sebagai berikut.
a.
Silogisme Kategorial
Yang dimaksud dengan kategorial adalah silogisme yang
terjadi dari tiga proposisi. Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi
merupakan simpulan. Premis yang bersifat umum disebut premis mayor dan
premis yang bersifat khusus disebut premis minor. Dalam simpulan
terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term minor dan
predikat simpulan disebut term mayor.
Contoh:
Semua manusia bijaksana.
Semua polisi adalah bijaksana.
Jadi, semua polisi bijaksana.
Untuk menghasilkan simpulan harus ada term penengah
sebagai penghubung antara premis mayor dan premis minor. Term penengah adalah
silogisme diatas ialah manusia. Term penengah hanya terdapat pada
premis, tidak terdapat pada simpulan. Kalau term penengah tidak ada, simpulan
tidak dapat diambil.
Contoh:
Semua manusia tidak bijaksana.
Semua kera bukan manusia.
Jadi, (tidak ada kesimpulan).
Aturan umum silogisme kategorial adalah sebagai
berikut.
a) Silogisme harus
terdiri atas tiga term, yaitu term mayor, term minor dan term penengah.
Contoh:
Semua atlet harus giat berlatih.
Xantipe adalah seorang atlet.
Xantipe harus giat berlatih.
Term
mayor
= Xantipe.
Term minor = harus
giat berlatih.
Term penengah =
atlet.
3
Kalau lebih dari tiga term, simpulan akan menjadi salah.
Contoh:
Gambar itu menempel di dinding.
Dinding itu menempel di tiang.
Dalam premis ini terdapat empat term yaitu gambar, menempel di dinding, dan
dinding menempel ditiang. Oleh sebab itu, disini tidak dapat ditarik
kesimpulan.
b) Silogisme terdiri
atas tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor dan simpulan.
c) Dua premis yang
negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.
Contoh:
Semua semut bukan ulat.
Tidak seekor ulat pun adalah manusia.
d) Bilah salah satu
premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
Contoh:
Tidak seekor gajah pun adalah singa.
Semua gajah berbelalai.
Jadi, tidak seekor singa pun berbelalai.
e) Dari premis yang
positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.
Contoh:
f) Dari dua
premis yang khusus, tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
Sebagian orang jujur adalah petani.
Sebagian pegawai negeri adalah orang jujur.
Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
g) Bila salah satu
premis khusus, simpulan akan bersifat khusus.
Contoh:
Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA.
Sebagian pemuda adalah mahasiswa.
Jadi, sebagian pemuda adalah lulusan SLTA.
h) Dari premis mayor
yang khusus dan premis minor yang negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
Beberapa manusia adalah bijaksana.
Tidak seekor binatang pun adalah manusia.
Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
b.
Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis adalah silogisme yang terdiri atas
premis mayor yang berproposisi kondisional hipotesis.
Kalau premis minornya membenarkan anteseden,
simpulannya membenarkan konsekuen. Kalau premis minornya menolak anteseden,
simpulan juga menolak konsekuen.
Contoh:
Jika besi dipanaskan, besi akan
memuai.
Besi dipanaskan.
Jadi, besi memuai.
Jika besi tidak dipanaskan, besi
tidak akan memuai.
Besi tidak dipanaskan.
Jadi, besi tidak akan memuai.
c.
Silogisme Alterntif
Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri
atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Kalau premis minornya membenarkan
salah satu alternatif, simpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh:
Dia adalah seorang kiai atau
profesor.
Dia seorang kiai.
Jadi, dia bukan seorang profesor.
Dia adalah seorang kiai atau
profesor.
Dia bukan seorang kiai.
Jadi, dia seorang profesor.
d.
Entimen
Sebenarnya silogisme ini jarang ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun dalam lisan. Akan tetapi, ada
bentuk silogisme yang tidak mempunyai premis mayor karena premis mayor itu
sudah diketahui secara umum. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Contoh:
Semua sarjana adalah orang cerdas.
Ali adalah seorang sarjana.
Jadi, Ali adalah orang cerdas.
Dari silogisme ini dapat ditarik satu entimen, yaitu “Ali adalah orang
cerdas karena dia adalah seorang sarjana”.
Beberapa contoh entimen:
Dia menerima hadiah pertama karena
dia telah menang dalam sayembara itu.
Dengan demikian, silogisme dapat dijadikan entimen. Sebaliknya, sebuah
entimen juga dapat diubah menjadi silogisme.
C. PENALARAN
INDUKTIF
Penalaran induktif adalah proses penalaran untuk
manarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum berdasarkan
fakta – fakta yang bersifat khusus, prosesnya disebut Induksi. Penalaran
induktif tekait dengan empirisme. Secara impirisme, ilmu memisahkan antara
semua pengetahuan yang sesuai fakta dan yang tidak. Sebelum teruji secara
empiris, semua penjelasan yang diajukan hanyalah bersifat sementara. Penalaran
induktif ini berpangkal pada empiris untuk menyusun suatu penjelasan umum, teori
atau kaedah yang berlaku umum.
Contoh : Sejak suaminya meninggal dunia dua tahun yang
lalu, Ny. Ahmad sering sakit. Setiap bulan ia pergi ke dokter memeriksakan
sakitnya. Harta peninggalan suaminya semakin menipis untuk membeli obat dan
biaya pemeriksaan, serta untuk biaya hidup sehari-hari bersama tiga orang
anaknya yang masih sekolah. Anaknya yang tertua dan adiknya masih kuliah di
sebuah perguruan tinggi swasta, sedangkan yang nomor tiga masih duduk di bangku
SMA. Sungguh (kata kunci) berat beban hidupnya. (Ide pokok)
Beberapa bentuk penalaran induktif adalah sebagai berikut.
1.
Generalisasi
Generalisasi ialah proses penalaranyang megandalkan
beberapa pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan
yang bersifat umum. Dari beberapa gejala dan data, kita ragu-ragu mengatakan
bahwa “Lulusan sekolah A pintar-pintar.” Hal ini dapat kita simpulkan setelah
beberapa data sebagai pernyataan memberikan gambaran seperti itu.
Contoh:
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jadi, jika dipanaskan, logam memuai.
benar atau tidak benarnya dari generalisasi itu dapat
dilihat dari hal-hal berikut.
1) Data itu harus
memadai jumlahnya. Semakin banyak data yang dipaparkan, semakin benar simpulan
yang diperoleh.
2) Data itu harus
mewakili keseluruhan. Dari data yang sama itu akan dihasilkan simpulan yang
benar.
3) Pengecualian perlu
diperhitungkan karena data-data yang mempunyai sifat khusus tidak dapat
dijadikan data.
a.
Macam – macam generalisasi
· 1) Generalisasi sempurna
Adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang
menjadi dasar penimpulan diselidiki. Generalisasi macam ini memberikan
kesimpilan amat kuat dan tidak dapat diserang. Tetapi tetap saja yang belum
diselidiki.
· 2) Generalisasi tidak
sempurana
Adalah generalisasi berdasarkan sebagian fenomena
untuk mendapatkakn kesimpulan yang berlaku bagi fenomena sejenis yang belum
diselidiki.
2.
Analogi
Analogi adalah cara penarikan penalaran secara
membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama.
Contoh:
Nina adalah lulusan akademi A.
Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Ali adalah lulusan akademi A.
Oleh sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Tujuan penalaran secara analogi adalah sebagai berikut.
1) Analogi dilakukan
untuk meramalkan sesuatu.
2) Analogi diakukan
untuk menyingkapkan kekeliruan.
3) Analogi digunakan
untuk menyusun klasifikasi.
3.
Hubungan Kausal
Hubungan kausal adalah penalaran yang diperoleh dari
gejala-gejala yang saling berhubungan. Misalnya, tombol ditekan, akibatnya
bel berbunyi. Dalam kehidupan kita sehari-hari, hubungan kausal ini sering
kita temukan. Hujan turun dan jalan-jalan becek. Ia kena penyakit kanker
darah dan meninggal dunia. Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, tiga
hubungan antarmasalah, yaitu sebagai berikut.
a. Sebab-Akibat
Sebab-akibat ini berpola A menyebabkan B. Disamping
itu, hubungan ini dapat pula berpola A menyebabkan B, C, D, dan seterusnya.
Jadi, efek dari satu peristiwa yang dianggap penyebab kadang-kadang lebih dari
satu.
Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, diperlukan
kemampuan penalaran seseorang untuk mendapatkan simpulan penalaran. Hal ini akan
terlihat pada suatu penyebab yang tidak jelas terhadap sebuah akibat yang
nyata. Kalau kita melihat sebiji buah mangga terjatuh dari batangnya, kita akan
memperkirakan beberapa kemungkinan penyebabnya. Mungkin mangga itu ditimpa
hujan, mungkin dihempas angin, dan mungkin pula dilempari anak-anak. Pastilah
sakah satu kemungkinana itu yang menjadi penyebabnya.
Andaikata angin tiba-tiba bertiup. (A), dan hujan yang
tiba-tiba turun. (B), ternyata tidak sebuah manggapun yang jatuh. (E), tentu
kita dapat menyimpulkan bahwa jatuhnya mangga itu disebabkan oleh lemparan
anak-anak. (C).
Pola seperti itu dapat kita lihat pada rancangan
berikut.
Angin
hujan
lemparan mangga jatuh
(A)
(B)
( C)
(E)
Angin
hujan
mangga tidak jatuh
(A) (B)
(E)
Oleh sebab itu, lemparan anak menyebabkan mangga jatuh.
(C)
(E)
Pola-pola seperti terjadi jika dua kasus atau lebih
dalam satu gejala mempunyai satu dan hanya satu kondisi yang dapat
mengakibatkan sesuatu, kondisi itu dapat diterima sebagai penyebab sesuatu tersebut.[1]
Teh, gula,
garam,
menyebabkan kedatangan semut
(P) (Q)
(R)
(Y)
Gula, lada,
bawang, menyebabkan
kedatangan semut
(Q) (S) (U)
(Y)
Jadi, gula menyebabkan ketadangan semut
(Q)
(Y)
b. Akibat-Sebab
Akibat-Sebab ini dapat kita lihat pada peristiwa
seseorang yang pergi kedokter. Ke dokter merupakan akibat dan sakit merupakan
sebab, jadi mirip dengan entimen. Akan tetapi, dalam penalaran jenis
akibat-sebab ini, peristiwa sebab merupakan simpulan.
c. Akibat-Akibat
Akibat-akibat adalah suatu penalaran yang menyiratkan
penyebabnya. Peristiwa “akibat” langsung disimpulkan pada suatu “akibat” yang
lain. Contohnya adalah sebagai berikut.
Ketika pulang dari pasar, Ibu Sonya melihat tanah di
halamannya becek. Ibu langsung menyimpulkan bahwa kain jemuran di belakang
rumahnya pasti basah.
Dalam kasus itu penyebabnya tidak ditampilkan, yaitu
hari hujan. Pola itu dapat dilihat seperti berikut ini.
Hujan
menyebabkan tanah becek
(A)
(B)
Hujan
menyebabkan kain jemuran basah
(A)
(C)
Dalam proses penalaran “akibat-akibat”, peristiwa tanah becek (B) merupakan
data, dan peristitwa kain jemuran basah (C) merupakan simpulan
Jadi, karena tanah becek, pasti kain jemuran basah.
(B)
(C)
BAB 3
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari berbagai penjelasan diatas, dapat disimpulkan
bahwa penalaran dalam prosesnya ada 2 macam yaitu penalaran Deduktif dan
penalaran Induktif.
Penalaran Deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum
terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang
khusus.
Penalaran Induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan
bertolak dari hal-hal khusus ke umum.
B. SARAN DAN KRITIK
Kami
menyadari bahwa makalah yang kami buat ini belumlah sempurna. Maka dari itu
saran dan kritik dari teman-teman yang membaca makalah kami sangat kami
butuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, E Zaenal dan Tasai, S Amran. 2006. Cermat Berbahasa
Indonesia. Jakarta: Akademika Pressindo.
Tukan, P. 2006. Mahir Berbahasa Indonesia. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia.
Tatang, Atep et all. 2009. Bahasa Indonesiaku Bahasa Negeriku 3. Solo: PT.
Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
http://taufiqrachmanug25.blogspot.com/2011/10/penalaran-deduktif-dan-induktif.html
http://rezadnk.wordpress.com/2011/03/12/tugas-softskill-bhs-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar