Kaum hedonis akan mengatakan bahwa pembuktian tentang kekeliruan filsafat mereka hanya akan berhasil jika kita menerima salah satu premis yang merupakan argument Mill, yaitu ketidakpuasan hidup Socrates lebih baik ketimbang kepuasan yang di dapat Babi. Namun barangkali kita tidak perlu menerima hal ini. Alih-alih,seorang hedonis yang konsisten juga tidak harus menerimanya. Jika kenikmatan merupakan satu-satunya kebaikan alamiah, kehidupan seperti apa pun yang dipenuhi dengan kenikmatan akan sama baiknya dengan kehidupan lainnya, dan lebih baik dari kehidupan yang dipenuhi rasa sakit dan ketidakpuasan. Menerima hal ini berarti menerima hal itu, berlawanan dengan apa yang dipikirkan Mill dan barangkali oleh banyak orang, Socrates memiliki argumen untuk iri pada sang Babi karena Babi tersebut menjalani kehidupan yang lebih baik. Fakta bahwa kita maupun Socrates, sesuai dengan kemampuan dan minat kita, tidak akan menemukan kenikmatan dalam kehidupan yang di jalani sang Babi menyebabkan kita berfikir secara salah bahwa kehidupan sang Babi tersebut bukanlah kehidupan yang baik. Namun dari sudut pandang hedonis, itulah kehidupan yang baik karena dipenuhi dengan kenikmatan dan kenikmatan merupakan satu-satunya kesenangan alamiah. Tentu saja, kehidupan manusia yang dipenuhi kenikmatan akan diisi dengan lebih banyak aktivitas dari pada kehidupan yang dijalani sang babi, namun kehidupan tersebut tidak akan berisi kenikmatan lagi sehingga tidak akan menjadi lebih baik. Dengan demikian, hedonisme menolak kesulitan dalam konsep Mill mengenai kenikmatan tinggi dan rendah dengan cara menolak pembedaan kebaikan dalam beragam jenis kenikmatan.
Penolakan semacam itu membuat kita kembali pada perdebatan antara Socrates dan Callicles pada fakta yang menunjukan bahwa, sejauh pemuasan keinginan terus berjalan, tidak terdapat perbedaan antara orang-orang yang berhasil dalam menuntut tugas yang mereka canangkan sendiri, dan orang-orang yang berhasil dalam menjalani kehidupan yang vulgar dan malas yang memang minat utama mereka. Dalam hal ini, fakta ini dapat dengan mudah dihubungkan dengan kenikmatan. Jika kenikmatan adalah segala hal seperti itu, kita tidak dapat menilai preferensi kenikmatan yang didapat oleh seorang ahli bedah ketika berhasil menyelamatkan hidup seorang anak melalui operasi, atas kenikmatan yang di dapat oleh seorang sadis ketika melihat kesakitan dari hewan yang ia siksa. Namun, jelas bahwa terdapat perbedaan penting di antara keduanya.
Contoh tersebut adalah contoh yang saya buat sendiri, namun ketika Socrates memberikan perbedaan kontras antara kenikmatan heroik dan vulgar di hadapan Callicles, dia menerima bahwa dalam hal ini terdapat perbedaan yang harus di jelaskan.Penerimaan inilah yang menyebabkan kekalahannya. Jika dia tidak menerima pembedaan ini, perdebatan tersebut akan berbeda. Demikian juga, jika seorang hedonis berkeras bahwa seorang penyiksa memndapatkan kenikmatan yang sama banyaknya dengan seorang dokter, sang penyiksa dan dokter sama-sama menjalani kehidupan yang baik, sehingga konsepsi yang membedakan keduanya tidak dapat meruntuhkan tesis kaum hedonis. Seorang hedonis yang konsisten tidak memiliki persoalan yang dimiliki Callicles.
Bagi sebagian orang, fakta ini menunjukan betapa rendahnya filsafat hedonisme.Namun dalam terma kogensi filsafat, tidak ada pembuktian bagi hal itu.Pertama, kita mencatat bahwa kaum hedonis tidak merekomendasikan penyiksaan sebagai jalan hidup.Demikian juga hedonisme tidak egoistis, dalam artian tidak hanya memperdulikan kenikmatan seseorang.Kaum hedonis menyetujui bahwa hidup korban penyiksaan adalah kehidupan yang buruk. Sebaliknya, sesuai dengan pandangan kaum hedonis bahwa rasa sakit adalah keburukan alamiah, merka akan menegaskan hal ini. Mereka memandang bahwa jika psikologi seseorang adalah abnormal, maka tidak diragukan lagi dia akan menikmati penyiksaan seperti halnya sebagian besar dari kita menikmati aktivitas favorit kita, sehingga kehidupannya sama nikmatnya dengan kehidupan kita. Namun, bahkan seorang hedonis pun akan ragu untuk memberikan dukungan pada kehidupan yang dijalani seorang penyiksa, karena kehidupan seorang penyiksa menyebabkan banyak rasa sakit dan penderitaan. Namun sulit untuk melihat bahwa kaum hedonis menyangkal fakta ini; bahwa sang penyiksa mendapat banyak kenikmatan dari tindakannya.
Poin terakhir inilah yang menghilang di hadapan kebijaksanaan ketika kaum hedonis menyatakan bahwa seorang sadis mendapatkan kenikmatan dari aktivitasnya yang menyakitkan tidak berarti bahwa hal itu menggeser seluruh keseimbangan dari negatif menjadi positif, mereka harus menganggap ini sebagai poin dari sisi plus; akan menjadi lebih buruk jika tidak ada kenikmatan untuk mengimbangi rasa sakit sang korban.sebaliknya, bagi sebagian besar orang, fakta yang sama menjadikan aktivitas pelaku sadisme menjadi lebih buruk, bukan lebih baik. Jika diaplikasikan pada kasus ini, hedonisme bertentangan dengan kebijaksanaan konvensional dan tidak menyenangkan bagi nalar normal. Namun sekedar fakta mengenai suatu pandangan atau pandangan lain yang tidak konvensional atau tidak populer tidak lantas menunjukan bahwa hal itu salah. Orang yang pertama kali menyatakan bahwa bumi tidak datar juga menolak kebijakan konvensional. Untuk dapat menolak hedonisme sebagai filsafat nilai, di butuhkan hal yang lebih daripada contoh-contoh intuitif seperti yang telah kita sebutkan.Agar dapat menentukan pembenaran yang paling substansial, kita harus mengkaji seorang filsuf Yunani lainnya, Aristotle
Penolakan semacam itu membuat kita kembali pada perdebatan antara Socrates dan Callicles pada fakta yang menunjukan bahwa, sejauh pemuasan keinginan terus berjalan, tidak terdapat perbedaan antara orang-orang yang berhasil dalam menuntut tugas yang mereka canangkan sendiri, dan orang-orang yang berhasil dalam menjalani kehidupan yang vulgar dan malas yang memang minat utama mereka. Dalam hal ini, fakta ini dapat dengan mudah dihubungkan dengan kenikmatan. Jika kenikmatan adalah segala hal seperti itu, kita tidak dapat menilai preferensi kenikmatan yang didapat oleh seorang ahli bedah ketika berhasil menyelamatkan hidup seorang anak melalui operasi, atas kenikmatan yang di dapat oleh seorang sadis ketika melihat kesakitan dari hewan yang ia siksa. Namun, jelas bahwa terdapat perbedaan penting di antara keduanya.
Contoh tersebut adalah contoh yang saya buat sendiri, namun ketika Socrates memberikan perbedaan kontras antara kenikmatan heroik dan vulgar di hadapan Callicles, dia menerima bahwa dalam hal ini terdapat perbedaan yang harus di jelaskan.Penerimaan inilah yang menyebabkan kekalahannya. Jika dia tidak menerima pembedaan ini, perdebatan tersebut akan berbeda. Demikian juga, jika seorang hedonis berkeras bahwa seorang penyiksa memndapatkan kenikmatan yang sama banyaknya dengan seorang dokter, sang penyiksa dan dokter sama-sama menjalani kehidupan yang baik, sehingga konsepsi yang membedakan keduanya tidak dapat meruntuhkan tesis kaum hedonis. Seorang hedonis yang konsisten tidak memiliki persoalan yang dimiliki Callicles.
Bagi sebagian orang, fakta ini menunjukan betapa rendahnya filsafat hedonisme.Namun dalam terma kogensi filsafat, tidak ada pembuktian bagi hal itu.Pertama, kita mencatat bahwa kaum hedonis tidak merekomendasikan penyiksaan sebagai jalan hidup.Demikian juga hedonisme tidak egoistis, dalam artian tidak hanya memperdulikan kenikmatan seseorang.Kaum hedonis menyetujui bahwa hidup korban penyiksaan adalah kehidupan yang buruk. Sebaliknya, sesuai dengan pandangan kaum hedonis bahwa rasa sakit adalah keburukan alamiah, merka akan menegaskan hal ini. Mereka memandang bahwa jika psikologi seseorang adalah abnormal, maka tidak diragukan lagi dia akan menikmati penyiksaan seperti halnya sebagian besar dari kita menikmati aktivitas favorit kita, sehingga kehidupannya sama nikmatnya dengan kehidupan kita. Namun, bahkan seorang hedonis pun akan ragu untuk memberikan dukungan pada kehidupan yang dijalani seorang penyiksa, karena kehidupan seorang penyiksa menyebabkan banyak rasa sakit dan penderitaan. Namun sulit untuk melihat bahwa kaum hedonis menyangkal fakta ini; bahwa sang penyiksa mendapat banyak kenikmatan dari tindakannya.
Poin terakhir inilah yang menghilang di hadapan kebijaksanaan ketika kaum hedonis menyatakan bahwa seorang sadis mendapatkan kenikmatan dari aktivitasnya yang menyakitkan tidak berarti bahwa hal itu menggeser seluruh keseimbangan dari negatif menjadi positif, mereka harus menganggap ini sebagai poin dari sisi plus; akan menjadi lebih buruk jika tidak ada kenikmatan untuk mengimbangi rasa sakit sang korban.sebaliknya, bagi sebagian besar orang, fakta yang sama menjadikan aktivitas pelaku sadisme menjadi lebih buruk, bukan lebih baik. Jika diaplikasikan pada kasus ini, hedonisme bertentangan dengan kebijaksanaan konvensional dan tidak menyenangkan bagi nalar normal. Namun sekedar fakta mengenai suatu pandangan atau pandangan lain yang tidak konvensional atau tidak populer tidak lantas menunjukan bahwa hal itu salah. Orang yang pertama kali menyatakan bahwa bumi tidak datar juga menolak kebijakan konvensional. Untuk dapat menolak hedonisme sebagai filsafat nilai, di butuhkan hal yang lebih daripada contoh-contoh intuitif seperti yang telah kita sebutkan.Agar dapat menentukan pembenaran yang paling substansial, kita harus mengkaji seorang filsuf Yunani lainnya, Aristotle
Tidak ada komentar:
Posting Komentar