ads head

Advertisement

Sabtu, 07 Januari 2017

Makalah Pancasila tentang PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK



BAB I
PENDAHULUAN

1.1      LATAR BELAKANG
           Pancasila sebagai dasar Negara, pedoman dan tolak ukur kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Tidak lain dengan kehidupan berpolitik, etika politik Indonesia tertanam dalam jiwa Pancasila. Kesadaran etik yang merupakan kesadaran relational akan tumbuh subur bagi warga masyarakat Indonesia ketika nilai-nilai pancasila  itu diyakini kebenarannya, kesadaran etik juga akan lebih berkembang ketika nilai dan moral pancasila itu dapat di breakdown kedalam norma-norma yang di berlakukan di Indonesia .
Pancasila juga sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran dari norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan lainya. Dalam filsafat pancasila terkandung didalamnya suatu pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif (menyeluruh) dan sistem pemikira ini merupakan suatu nilai. Oleh karena itu, suatu pemikiran filsafat tidak secara langsung menyajikan norma-norma yang merupakan pedoman dalam suatu tindakan atau aspek prasis melainkan suatu nilai yan bersifat mendasar.
Nilai-nilai pancasila kemudian dijabarkan dalam suatu norma yang jelas sehingga merupakan suatu pedoman. Norma tersebut meliputi norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk. Kemudian yang ke dua adalah norma hukum yaitu suatu sistem perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam pengertian inilah maka pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala hukum di Indonesia, pancasila juga merupakan suatu cita-cita moral yang luhur yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebelum membentuk negara dan berasal dari bangsa indonesia sendiri sebagai asal mula (kausa materialis).
Atas dasar pengertian inilah maka nilai-nilai Pancasila sebenarnya berasal dari bangsa Indonesia sendiri atau dengan lain perkataan bangsa Indonesia sebagai asal-mula materi nilai-nilai Pancasila.
Jadi sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah merupakan suatu pedoman yang langsung bersifat normatif ataupun praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber norma baik meliputi norma moral maupun norma hukum, yang pada gilirannya harus dijabarkan lebih lanjut dalam norma-norma etika, moral maupun norma hukum dalam kehidupan kenegaraan maupun kebangsaan.

1.2       RUMUSAN MASALAH

·         Apa pengertian etika?
·         Bagaimana pengertian  nilai, norma dan moral?
·         Bagaimana hubungan antara nilai, norma dan moral?

1
·         Bagaimana pengertian etika politik dan politik?
·         Nilai-nilai apa yang tergandung dalam pancasila sebagai sumber etika politik ?

1.3              TUJUAN PENULISAN
 
·         Untuk mengetahui pengertian nilai, norma dan moral dalam konteks pancasila sebagai etika politik.
·         Dapat mengerti hubungan antara nilai, norma dan moral dalam konteks pancasila sebagai etika politik.
·         Dapat memahami nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai sumber etika politik.









































2
BAB II
PEMBAHASAN

      2.1.      Pengertian Etika
Sebagai suatu usaha ilmiah, filsafat dibagi menjadi beberapa cabang menurut lingkungan masing-masing. Cabang-cabang itu dibagi menjadi dua kelompok bahasan pokok yaitu filsafat teoritis dan filsafat praktis. Filsafat pertama berisi tentang segala sesuatu yang ada se­dangkan kelompok kedua membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada tersebut. Misalnya hakikat manusia, alam, hakikat realitas sebagai suatu keseluruhan, tentang pengetahuan, tentang apa yang kita ketahui dan tentang yang transenden­.
Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi. dua ke­lompok yaitu etika umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kr­itis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. itu dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia (Suseno, 1987). Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita  harus menggambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987). Etika umum merupakan prinsip­- prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip Etika khusus dibagi  menjadi etika indi­vidu yang membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika so­sial yang membahas tentang kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam­ hidup masyarakat, yang merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus.
Etika berkaitan dengan berbagai masalah nilai karena etika pada pada umumnya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai "susila" dan "tidak susila", "baik" dan "buruk". Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang dila­wankan dengan kejahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukan bahwa orang yang memilikinya dikatakan orang yang tidak susila. Sebenarnya etika banyak bersangkutan dengan Prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan  dengan tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986). Dapat juga dikata­kan bahwa etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia.

2.2       Pengertian Nilai,  Norma, dan Moral
            A. Pengertian Nilai
Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada suatu obyeknya. Dengan demikian, maka nilai itu adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya.
Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu adalah

3
suatu nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, dan seterusnya. Penilaian itu pastilah berhubungan dengan unsur indrawi manusia sebagai subjek penilai, yaitu unsur jasmani, rohani, akal, rasa, karsa dan kepercayaan.
Nilai atau “value” (bahasa Inggris) termasuk bidang kajian filsafat, persoalan-persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu filsafat nilai (Axiology, theory of value). Filsafat sering juga diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya “kebiasaan” (wath)
atau kebaikan (goodness) dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tentu dalam menilai atau melakukan penilaian (Frankena, 229)
Nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin dan menyadarkan manusia akan harkat, martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang  berfungsi mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem (sistem nilai) merupakan salah satu wujud kebudayaan, disamping sistem sosial dan karya. Cita-cita, gagasan, konsep dan ide tentang sesuatu adalah wujud kebudayaan sebagai sistem nilai.
Oleh karena itu, nilai dapat dihayati atau dipersepsikan dalam konteks kebudayaan, atau sebagai wujud kebudayaan yang abstrak. Manusia dalam memilih nilai-nilai menempuh berbagai cara yang dapat dibedakan menurut tujuannya, pertimbangannya, penalarannya, dan kenyataannya. Nilai sosial berorientasi kepada hubungan antarmanusia dan menekankan pada segi-segi kemanusiaan yang luhur, sedangkan nilai politik berpusat pada kekuasaan serta pengaruh yang terdapat dalam kehidupan masyarakat maupun politik.
Dengan demikian, nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, memperkaya batin dan menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu system merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping system social dan karya. Oleh karena itu, Alport mengidentifikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat pada enam macam, yaitu : nilai teori, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai sosial, nilai politik dan nilai religi.
Di dalam Dictionary of sosiology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok, ( the believed capacity of any object to statistfy a human desire). Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek itu sendiri. Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan-harapan, dambaan-dambaan dan keharusan. Berbicara tentang nilai berarti berbicara tentang das Sollen, bukan das Sein, kita masuk kerohanian bidang makna normatif,
bukan kognotif, kita masuk ke dunia ideal dan bukan dunia real. Meskipun demikian, diantara keduannya saling berhubungan atau saling berkait secara erat, artinya bahwa das Sollen itu harus menjelma menjadi das Sein, yang ideal harus menjadi real, yang normatif harus direalisasikan dalam perbuatan sehari-hari yang merupakan fakta.
4
B. Pengertian Norma
Kesadaran akan hubungan yang ideal akan menumbuhkan kepatuhan terhadap peraturan atau norma. Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan motivasi tertentu.
Norma sesungguhnya perwujudkan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh sebab itu, norma  dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum, dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dapat dipatuhi, yang dikenal dengan sanksi, misalnya:
a. Norma agama, dengan sanksinya dari Tuhan,
     b. Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap diri sendiri,
     c. Norma kesopanan, dengan sanksinya berupa mengucilkan dalam pergaulan masyarakat,
     d. Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau kurungan atau denda yang dipaksakan oleh alat Negara.

C. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang artinya kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seseorang yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya ,dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya terjadi, pribadi itu dianggap tidak bermoral.  Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan,
prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji, dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma, moral pun dapat dibedakan seperti moral ketuhanan atau agama, moral, filsafat, moral etika, moral hukum, moral ilmu, dan sebagainya. Nilai, norma dan moral secara bersama mengatur kehidupan masyarakat dalam berbagai aspeknya.

2.3       Hubungan antara Nilai, Norma dan Moral
Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan yang  seharusnya tetap terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak digaris bawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan negara menghendaki fondasi yang kuat tumbuh dan berkembang.
Sebagaimana tersebut di atas maka nilai akan berguna menuntun sikap dan tingkah laku manusia bila dikongkritkan dan diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari. Dalam kaitannya dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan norma akan memperoleh integritas dan martabat manusia. Derajat kepribadian itu amat ditentukan oleh moralitas yang mengawalnya. Sementara itu, hubungan antara moral dan etika kadang-kadang atau seringkali disejajarkan
5
arti dan maknanya. Namun demikian, etika dalam pengertiannya tidak berwenang menentukan apa yang boleh dan tidak  boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu dipandang berada di tangan pihak yang memberikan ajaran moral.

2.4       Pengertian Etika Politik Dan Politik
A. Pengertian Etika Politik
Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang berhadapan dengan berbagai ajaran moral.
            Etika dibagi menjadi dua kelompok yaitu etika umum dan khusus. Etika umum adalah
etika yang mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia, sedangkan etika khusus adalah etika yang membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia. Etika khusus dibagi menjadi etika individual yaitu yang membahas tentang kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yaitu yang membahas tentang kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat, yang merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus.
Etika politik adalah perkembangan filsafat di zaman pasca tradisional. Dalam tulisan para filosofi politik klasik: Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas, Marsilius dari Padua, Ibnu Khaldun, kita menemukan berbagai unsur etika politik, tetapi tidak secara sistematik. Dua pertanyaan etika politik di atas baru bisa muncul di ambang zaman modern, dalam rangka pemikiran zaman pencerahan, karena pencerahan tidak lagi menerima tradisi/otoritas/agama, melainkan menentukan sendiri bentuk kenegaraan menurut ratio/nalar, secara etis. Karena itu, sejak abad ke-17 filsafat mengembangkan pokok-pokok etika politik seperti:
a.       Perpisahan antara kekuasaan gereja dan kekuasaan Negara (John Locke)
b.      Kebebasan berpikir dan beragama (Locke)
c.       Pembagian kekuasaan (Locke, Montesquie)
d.      Kedaulatan rakyat (Rousseau)
e.       Negara hokum demokratis/republican (Kant)
f.        Hak-hak asasi manusia (Locke, dsb)
g.       Keadilan social

            B. Pengertian Politik
Pengertian politik berasal dari kosakata politics, yang memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara, yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan itu. Berdasarkan
6
pengertian-pengertian pokok tentang politik maka secara operasional bidang politik
menyangkut konsep-konsep pokok yang berkaitan dengan Negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijaksanaan (policy), pembagian (distribution), serta alokasi (allocation).
Pengertian politik secara sempit, yaitu bidang politik lebih banyak berkaitan dengan para pelaksana pemerintahan negara, lembaga-lembaga tinggi negara, kalangan aktivis politik serta para pejabat serta birokrat dalam pelaksanaan dan penyelengaraan negara. Pengertian politik yang lebih luas, yaitu menyangkut seluruh unsur yang membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut masyarakat negara.
Dimensi politis manusia ini memiliki dua segi fundmental, yaitu pengertian dan kehendak untuk bertindak. Sehingga dua segi fundamental itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan dengan tindakkan moral manusia.
Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat dan bukan tujuan pribadi seseorang. Selain itu politik menyangkut kelompok termasuk partai politik, lembaga masyarakat maupun perseorangan.

2.5       Nilai-nilai Tergandung Dalam Pancasila Sebagai Sumber Etika Politik
Sila pertama ‘Ketuhanan yang Maha Esa’ serta sila kedua ‘ Kemanusiaan yang Adil dan Beradab’ adalah merupakan sumber nilai-nilai moral bagi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negeri di jalankan sesuai dengan:
·         Asas legalitas ( legitimasi hukum).
·         Di sahkan dan dijalankan secara demokratis ( legitimasi demokratis)
·         Dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral / tidak bertentangan dengannya (legitimasi moral).
Sebagai dasar filsafat negara Pancasila tidak hanya merupakan sumber peraturan perundang-undangan, melainkan juga merupakan sumber moralitas terutama dalam hubungannya dengan nilai kekuasaan, hukum serta berbagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara.
Negara Indonesia yang berdasarkan sila I ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ yaitu bukanlah negara yang mendasarkan kekuasaan negara dan penyelenggara negara pada nilai religius. Kekuasaan kepala negara tidak bersifat mutlak berdasarkan nilai religius, melainkan berdasarkan nilai hukum serta demokrasi.
Selain sila I, sila II ‘Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab’ juga merupakan sumber

7
nilai-nilai moralitas dalam kehidupan bernegara. Dalam kehidupan negara kemanusiaan harus mendapatkan jaminan hukum, yaitu setiap manusia berhak mendapatkan hak, pandangan serta perlakuan yang sama tanpa membeda-bedakan  manusia tersebut dari segi ras, suku, keturunan, status maupun agama..
Sila ke-III ‘Persatuan Indonesia’ tidak dapat dipisahkan dengan keempat sila lainnya karena seluruh sila merupakan suatau kesatuan yang bersifat sistematis. Nilai yang terkandung dalam sila ini adalah sebagai penjelmaan dari sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagi makhluk individu dan sosial. Konsekuensinya negara adalah beraneka ragam tetapi satu, mengikatkan diri dalam suatu persatuan yang dilukiskan dalam satu semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Perbedaan bukannya untuk digunjing menjadi suatu konflik dan permusuhan melainkan diarahkan pada persatuan dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan bersama.
Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang dilakukan senantiasa untuk rakyat (sila IV). Oleh karena, itu rakyat adalah merupakan asal mula kekuasaaan negara. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan dan penyelenggara negara segala kebijaksanaan, kekuasaan serta kewenangan harus dikembalikan kepada rakyat sebagai pendukung pokok negara.
Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu, keadilan daam hidup bersama sebagaimana terkandung dalam sila ke-V, adalah merupakan tujuan dalam kehidupan negara.
Oleh karena itu, pelaksanaan ndan penyelenggaraan negara harus berdasarkan hukum yang berlaku agar terciptanya perdamaian serta keadilan dalam hidup bersama.















8
BAB III
PENUTUP
3.1       Kesimpulan
Secara substantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu, etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian ‘moral’ senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban lainnya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia. Walaupun dalam hubungannya dengan masyarakat bangsa maupun negara, etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagi makhluk yang beradab dan berbudaya. Berdasarkan suatu kenyataan bahwa masyarakat, bangsa maupun negara bisa berkembang ke arah yang tidak baik dalam arti moral. Misalnya suatu negara yang dikuasai oleh penguasa atau rezim yang otoriter, yang memaksakan kehendak kepada manusia tanpa memperhitungkan dan mendasarkan kepada hak-hak dasar kemanusiaan. Dalam suatu masyarakat negara yang demikian ini maka seseorang baik secara moral kemanusiaan akan dipandang tidak baik menurut negara serta masyarakat otoriter, karena tidak dapat hidup sesuai dengan aturan yang buruk dalam suatu masyarakat negara. Oleh karena itu, aktualisasi etika politik harus senantiasa mendasarkan kepada ukuran harkat dan martabat manusia sebagai manusia.
     
B.        SARAN
Pancasila hendaknya disosialisasikan secara mendalam sehingga dalam kehidupan bermasyarakat dalam berbagai segi terwujud dengan adanya kesinambungan usaha pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan kepastian masyarakat untuk mengikuti dan mentaati peraturan yang ditetapkan, karena kekuatan politik suatu negara ditentukan oleh kondisi pemerintah yang absolut dengan adanya dukungan rakyat sebagai bagian terpenting dari terbentuknya suatu negara.











9
Daftar Pustaka

Kaelan, 2004, Pendidikan Pancasia, Paradigma : Yogyakarta
Toyibin Aziz, M., 1997, Pendidikan Pancasila, Rineka Cipta : Jakarta
Kaelan, 1983, Filsafat Pancasila, Paradigma : Yogyakarta
reza-rahmat.blogspot.com/2012/06/makalah-pancasila-sebagai-etika-politik.html


































10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

iklan