Makalah IPS Ekonomi ( Permasalahan
Ketenagakerjaan di Indonesia )
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.1.1 Semakin banyaknya permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia.
1.1.2 Kurangnya perhatian dari pemerintah.
1.1.3 Rendahnya Pendidikan masyarakat Indonesia.
1.1.4 Tingginya tingkat pengangguran dan kemiskinan di Indonesia
1.2 Tujuan Penelitian
1.2.1 Untuk memberikan motivasi supaya masyarakat mengembangkan keahlian dan
inovasi – inovasi untuk Indonesia yang lebih baik.
1.2.2 Untuk memberikan wawasan mengenai permasalahan ketenagakerjaan di
Indonesia.
1.3 Metode yang digunakan
1.3.1 Mencari data – data mengenai permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia melalui sumber internet dan buku – buku.
1.3.2 Metode Dokumentasi merupakan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data
dengan melihat catatan - catatan tentang permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia.
1.3.3 Metode Analisis Data
Setelah data terkumpul barulah penulis menganalisis.
Penganalisisan ini memerlukan adanya suatu kesimpulan yang merupakan inti
analisa yang telah dilakukan.
BAB II
PERMASALAHAN
KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA
A. Pengertian Tenaga
Kerja
Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut UU No. 13
tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap
orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa
baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis
besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja
dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut
telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun – 64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap
orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak pendapat
mengenai usia dari para tenaga kerja ini, ada yang menyebutkan di atas 17 tahun
ada pula yang menyebutkan di atas 20 tahun, bahkan ada yang menyebutkan di atas
7 tahun karena anak-anak jalanan sudah termasuk tenaga kerja.
B. Klasifikasi Tenaga Kerja
1. Berdasarkan Penduduknya
·
Tenaga kerja
Tenaga kerja adalah seluruh jumlah
penduduk yang dianggap dapat bekerja dan sanggup bekerja jika tidak ada
permintaan kerja. Menurut Undang-Undang Tenaga Kerja, mereka yang dikelompokkan
sebagai tenaga kerja yaitu mereka yang berusia antara 15 tahun sampai dengan 64
tahun.
·
Bukan tenaga kerja
Bukan tenaga kerja adalah mereka yang
dianggap tidak mampu dan tidak mau bekerja, meskipun ada permintaan bekerja.
Menurut Undang-Undang Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2003, mereka adalah penduduk di
luar usia, yaitu mereka yang berusia di bawah 15 tahun dan berusia di atas 64
tahun. Contoh kelompok ini adalah para pensiunan, para lansia (lanjut usia) dan
anak-anak.
2. Berdasarkan batas kerja
·
Angkatan kerja
Angkatan kerja adalah penduduk usia
produktif yang berusia 15-64 tahun yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi
sementara tidak bekerja, maupun yang sedang aktif mencari pekerjaan.
·
Bukan angkatan kerja
Bukan angkatan kerja adalah mereka yang
berumur 10 tahun ke atas yang kegiatannya hanya bersekolah, mengurus rumah
tangga dan sebagainya. Contoh kelompok ini adalah:
1. anak sekolah dan mahasiswa
2. para ibu rumah tangga dan orang cacat, dan
3. para penganggur sukarela
3. Berdasarkan kualitasnya
·
Tenaga kerja terdidik
Tenaga kerja terdidik adalah tenaga
kerja yang memiliki suatu keahlian atau kemahiran dalam bidang tertentu dengan
cara sekolah atau pendidikan formal dan nonformal. Contohnya: pengacara, dokter, guru, dan lain-lain.
·
Tenaga kerja terampil
Tenaga kerja terampil adalah tenaga kerjayang memiliki
keahlian dalam bidang tertentudengan melalui pengalaman kerja. Tenaga kerja
terampil ini dibutuhkan latihan secara berulang-ulang sehingga mampu menguasai
pekerjaan tersebut. Contohnya:apoteker, ahli bedah, mekanik, dan lain-lain.
·
Tenaga kerja tidak terdidik
Tenaga kerja tidak terdidik adalah tenaga kerja kasar
yang hanya mengandalkan tenaga saja. Contoh: kuli, buruh angkut, pembantu rumah
tangga, dan sebagainya.
C. Permasalahan
Ketenagakerjaan di Indonesia
Masalah ketenagakerjaan di Indonesia
sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan ditandai dengan
jumlah penganggur dan setengah penganggur yang besar, pendapatan yang relatif
rendah dan kurang merata. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran
yang tinggi merupakan pemborosan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada,
menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong
peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan
dalam jangka panjang.
Berikut ini beberapa masalah ketenagakerjaan di
Indonesia.
·
Rendahnya kualitas tenaga kerja
Kualitas tenaga kerja dalam suatu negara dapat
ditentukan denganmelihat tingkat pendidikan negara tersebut. Sebagian besar
tenaga kerja di Indonesia, tingkat pendidikannya masih rendah. Hal ini
menyebabkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi rendah. Minimnya
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan rendahnya produktivitas
tenaga kerja, sehingga hal ini akan berpengaruh terhadaprendahnya kualitas
hasil produksi barang dan jasa.
·
Jumlah angkatan kerja yang tidak
sebanding dengan kesempatan kerja
Meningkatnya jumlah angkatan kerja yang tidak
diimbangi oleh perluasan lapangan kerja akan membawa beban tersendiri bagi
perekonomian. Angkatan kerja yang tidak tertampung dalam lapangan kerja akan
menyebabkan pengangguran. Padahal harapan pemerintah, semakin banyaknya jumlah
angkatan kerja bisa menjadi pendorong pembangunan ekonomi.
·
Persebaran tenaga kerja yang tidak
merata
Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia berada di Pulau Jawa. Sementara di daerah
lain masih kekurangan tenaga kerja, terutama untuk sektor pertanian,
perkebunan, dan kehutanan.Dengan demikian di Pulau Jawa banyak terjadi
pengangguran, sementara di daerah lain masih banyak sumber daya alam yang belum
dikelola secara maksimal.
·
Pengangguran
Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia banyak
mengakibatkan industri di Indonesia mengalami gulung tikar. Akibatnya, banyak
pula tenaga kerja yang berhenti bekerja. Selain itu, banyaknya perusahaan yang
gulung tikar mengakibatkan semakin sempitnya lapangan kerja yang ada. Di sisi
lain jumlah angkatan kerja terus meningkat. Dengan demikian pengangguran akan
semakin banyak. Pengangguran di bagi menjadi 2 yaitu :
1. Pengangguran
Penuh : Penduduk yang
tidak bekerja sama sekali
2. Pengangguran tidak
penuh : Penduduk yang
bekerja tapi masa kerjanya <35 jam per minggu.
a. Jenis Pengangguran Berdasarkan Penyebabnya
1) Pengangguran Konjungtor
Pengangguran Konjungtor ( cyclical
unemployment ) adalah pengangguran
yang diakibatkan oleh perubahan – perubahan dalam tingkat kegiatan
perekonomian.
2) Pengangguran
Struktural
Pengangguran Struktural merupakan pengangguran yang diakibatkan karena
pergantian struktur.
3) Pengangguran
Friksional
Pengangguran Friksional adalah pengangguran yang disebabkan karena
kesulitan temporer. Pengangguran ini bersifat sementara dan terjadi karena
adanya kesengajaan antara pencari kerja dan lowongan kerja.
4) Pengangguran musiman.
Pengangguran musiman adalah pengangguran yang disebabkan karena pergantian
musim.
5) Pengangguran teknologi
Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi karena adanya
perubahan tenaga manusia menjadi tenaga mesin.
6) Pengangguran Voluntary
Pengangguran Voluntary adalah pengangguran yang terjadi karena ada orang
yang sebenarnya masih dapat bekerja , namun dengan sukarela ia berhenti
bekerja.
b. Jenis Pengangguran
Berdasarkan Sifatnya
1) Pengangguran Terbuka
Pengangguran terbuka adalah angkatan kerja yang benar – benar tidak
mempunyai pekerjaan.
2) Setengah Menganggur
Setengah menganggur adalah angkatan kerja yang bekerja di bawah jam kerja
normal.
3) Pengangguran
Terselubung
Pengangguran terselubung adalah angkatan kerja yang bekerja tidak optimal
sehingga terjadi kelebihan tenaga kerja.
Kondisi pengangguran dan setengah
pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada,
menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong
peningkatan keresahan sosial dan kriminal; dan dapat menghambat pembangunan
dalam jangka panjang.
Pembangunan bangsa Indonesia kedepan
sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusia Indonesia yang sehat fisik
dan mental serta mempunyai ketrampilan dan keahlian kerja, sehingga mampu
membangun keluarga yang bersangkutan untuk mempunyai pekerjaan dan penghasilan
yang tetap dan layak, sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup, kesehatan dan
pendidikan anggota keluarganya.
Dalam pembangunan Nasional, kebijakan
ekonomi makro yang bertumpu pada sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter
harus mengarah pada penciptaan dan perluasan kesempatan kerja. Untuk menumbuh
kembangkan usaha mikro dan usaha kecil yang mandiri perlu keberpihakan
kebijakan termasuk akses, pendamping, pendanaan usaha kecil dan tingkat suku
bunga kecil yang mendukung.
Kebijakan Pemerintah Pusat dengan
kebijakan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota harus merupakan
satu kesatuan yang saling mendukung untuk penciptaan dan perluasan kesempatan
kerja.
Ketika Negara
tetangga kita sedang menikmati keberhasilan sistem ketenagakerjaannya, kita
masih terkutat dengan permasalahan gimana caranya agar tenaga kerja di
Indonesia menjadi sejahtera dan pengusahapun mengalami yang sama. Sampai-sampai
banyak sekali demo dimana-mana untuk menuntut hak tenaga kerja, yah terutama
para buruh yang selalu dikatakan menjadi sapi perah bagi para pengusaha.
Permasalahan yang dilmatis bagi Indonesia apabila sangat berpihak ke pekerja
maka ada kemungkinan pengusaha ngambek dan parahnya (mungkin) investor kabur
semua..nah kali terlalu berpihak ke pengusaha, mungkin sila Pancasila yang ke-2
Kemanusiaan yang adil dan beradab akan berubah menjadi Kemanusiaan yang tidak
adil dan tidak beradab, karena memeras keringat sendiri tapi untuk keuntungan
orang/Negara lain…yah begitulah kira-kiranya dilematis yang dihadapi Negara
kita.
Sudah berbagai
upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah tenaga kerja,
seperti buruh pabrik yang masih saja belum mendapatkan haknya, kemudian tenaga
kerja di luar negeri yang ternyata sampai sekarang masih terdapat kasus-kasus
yang sangat memiriskan hati kita.. dalam hal ini saya coba fokuskan usaha
pemerintah dalam mengatasai permasalahan tenaga kerja di Indonesia dengan
mengeluarkan UU No 13 Tahun 2003 Mengenai Ketenagakerjaan.
D. Tenaga
Kerja dan Permasalahannya
Masalah kontemporer
ketenagakerjaan Indonesia saat ini menurut analisis saya berangkat dari
beberapa faktor, yaitu;
1. Lapangan pekerjaan semakin sedikit
2. Tingginya jumlah penggangguran massal;
3. Rendahnya tingkat pendidikan;
4. Minimnya perlindungan hukum
5. Upah kurang layak
6. External factor (sepeti krisis global yang menurut
beberapa ahli krisis ini masih terus terjadi hingga 2010)
7. Tidak memiliki kreativitas dan inovasi-inovasi
Dari berbagai
faktor tersebut mungkin kita akan mengatakan bahwa tenaga kerja justu menjadi
masalah bagi bangsa ini. Apakah kita akan selalau berpikir seperti itu? Mungkin
negaa ini akan tersu terkutat dengan masalah tersebut. Jika melihat data pengangguran
di Indonesia pada Agustus tahun 2006 sebesar 10,93 orang kemudian pada tahun
2007 (bulan Agustus) sebesar 10,01 juta. Kemudian angka pengangguran di
Indonesia pada Agustus 2008 mencapai 9,39 juta. (Data: Olahan dari BPS dan dai
berbagai sumber)
Sementara jumlah
penduduk yang bekerja mencapai 102,55 juta orang bertambah 503 ribu dibanding
Februari 2008, atau bertambah 2,62 juta dibanding Agustus 2007. Sehingga total
jumlah angkatan kerja yang bekerja maupun pengangguran pada Agustus 2008
mencapai 111,95 juta orang, bertambah 470 ribu orang dibanding Februari 2008
atau bertambah 2,01 juta orang dibanding Agustus 2007. Sektor yang mengalami
peningkatan lapangan kerja pada Agustus 2008 dibanding Agustus 2007 adalah jasa
kemasyarakatan yang terdiri dari pembantu rumah tangga, pertukangan baik tukang
kayu dan tukang batu dan jasa cleaning services yang naiak
1,08 juta orang. Di sisi lain dibanding Februari 2008 sektor pertanian
mengalami penurunan tenaga kerja sebanyak 1,36 juta namun lapangan kerja sektor
pertanian tetap yang terbesar 41,33 juta orang atau 40,33%. Pada Agustus 2008
penduduk yang bekerja sebagai buruh atau karyawan sebanyak 28,18 juta atau
27,5%, berusaha dibantu buruh tidak tetap sebanyak 21,77 juta atau 21,2% dan
berusaha sendiri 20,92 juta atau 20,4%. (Data: Olahan dari BPS dan dai berbagai
sumber)
Setelah melihat
data tersebut angka pengangguran mengalami penurunan dari tahun ke tahun (saya
percaya angka ini mungkin turun, jika anda melihat dari sumber lain mungkin
angka pengangguran di Indonesia justru mengalami kenikan, terutama angka
kemiskinan). Sedangkan berdasarkan data tersebut justru yang meningkat adalah
jasa kemasyarakatan yang terdiri dari pembantu rumah tangga, pertukangan baik
tukang kayu dan tukang batu dan jasa cleaning services yang
naiak 1,08 juta orang. Saya sakin anda sebagai mahasiswa tidak mau masuk ke
lapangan pekejaan in. Kemudian melihat angka yang masih sampai 9,39 juta pada
tahun 2008 mungkin angka ini sama dengan jumlah beberapa kota/kabupaten di
Indonesia mungkin angka ini lebih besar dari beberapa daerah tersebut.
Pengangguran menimbulkan berbagai dampak
dalam kehidupan sosial, antara lain :
1. Rendahnya pendapatan perkapita penduduk.
2. Meningkatnya kemiskinan
3. Meningkatnya angka kriminalitas yang dipicu kesulitan ekonomi.
4. Merosotnya moral yang ditandai dengan pelaku tindak asusila bermotifkan
ekonomi. Kecenderungan memperoleh uang dalam jumlah besar dengan melakukan
prostitusi.
5. Kondisi keamanan yang tidak terjamin akibat dari meningkatnya angka
kriminalitas.
6. Rendahnya kualitas kehidupan masyarakat.
7. Merebaknya kawasan slum ( lingkungan kumuh )
BAB III
PENANGGULANGAN PERMASALAHAN
KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA
A. Outsourcing:
Apakah Pemecahan Masalah?
Pemerintah sudah
berupaya untuk mengurangi angka pengangguran dan juga meningkatkan kualitas
hidup tenaga kerja di Indonesia. Namun ingat dilema pemerintah adalah antara
tenaga kerja atau kepada pengusaha (si pemiliki lapangan pekerjaan). Salah satu
upayanya adalah dikeluarkan undang-undang No 12 Tahun 2003 tentang Ketenaga
kerjaan, kemudian pada salah satu pasalnya yaitu 64, 65 dan pasal 66
memungkinkan perusahaan melakukan outsourcing.
Berdasarka UU No.13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai dasar hukum diberlakukannya
outsourcing (Alih Daya) di Indonesia, membagi outsourcing (Alih Daya) menjadi
dua bagian, yaitu: pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja/buruh.
Pada perkembangannya dalam draft revisi Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan outsourcing (Alih Daya) mengenai pemborongan pekerjaan
dihapuskan, karena lebih condong ke arah sub contracting pekerjaan dibandingkan
dengan tenaga kerja.
Untuk mengkaji
hubungan hukum antara karyawan outsourcing (Alih Daya) dengan perusahaan
pemberi pekerjaan, akan diuraikan terlebih dahulu secara garis besar pengaturan
outsourcing (Alih Daya) dalam UU No.13 tahun 2003. Dalam UU No.13/2003, yang
menyangkut outsourcing (Alih Daya) adalah pasal 64, pasal 65 (terdiri dari 9
ayat), dan pasal 66 (terdiri dari 4 ayat).
Pasal 64 adalah dasar dibolehkannya outsourcing. Dalam pasal 64 dinyatakan
bahwa: Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan
jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.”
Pasal
65 memuat beberapa ketentuan diantaranya adalah:
· penyerahan sebagian
pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian
pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis (ayat 1);
· pekerjaan yang diserahkan pada pihak lain, seperti
yang dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
Ø dilakukan secara
terpisah dari kegiatan utama;
Ø dilakukan dengan
perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;
Ø merupakan kegiatan
penunjang perusahaan secara keseluruhan;
Ø tidak menghambat proses produksi secara
langsung. (ayat 2)
· perusahaan lain (yang diserahkan pekerjaan) harus berbentuk badan hukum
(ayat 3);
perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan lain sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundangan (ayat 4);
perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan lain sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundangan (ayat 4);
· perubahan atau penambahan syarat-syarat tersebut diatas diatur lebih lanjut
dalam
· keputusan menteri (ayat 5);
· hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan diatur dalam perjanjian tertulis
antara perusahaan lain dan pekerja yang dipekerjakannya (ayat 6)
· hubungan kerja antara perusahaan lain dengan pekerja/buruh dapat didasarkan
pada perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu
(ayat 7);
· bila beberapa syarat tidak terpenuhi, antara lain, syarat-syarat mengenai
pekerjaan yang diserahkan pada pihak lain, dan syarat yang menentukan bahwa
perusahaan lain itu harus berbadan hukum, maka hubungan kerja antara
pekerja/buruh dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja beralih menjadi
hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan (ayat
8).
Pasal 66 UU Nomor 13 tahun 2003 mengatur bahwa pekerja/buruh dari perusahaan
penyedia jasa tenaga kerja tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk
melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan
proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang yang tidak berhubungan
langsung dengan proses produksi. Perusahaan penyedia jasa untuk tenaga kerja
yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi juga harus memenuhi
beberapa persyaratan, antara lain:
·
adanya hubungan
kerja antara pekerja dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja;
·
perjanjian kerja
yang berlaku antara pekerja dan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja adalah
perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau tidak tertentu yang dibuat secara
tertulis dan ditandatangani kedua belah pihak;
·
perlindungan upah,
kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi
tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;
·
perjanjian antara
perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh dibuat secara tertulis.
Outsourcing berasal
dari bahasa Inggris yang berarti “alih daya”. Outsourcing mempunyai nama lain
yaitu “contracting out” merupakan sebuah pemindahan operasi dari satu
perusahaan ke tempat lain. Hal ini biasanya dilakukan untuk memperkecil biaya
produksi atau untuk memusatkan perhatian kepada hal lain.Di negara-negara maju
seperti Amerika & Eropa, pemanfaatan Outsourcing sudah sedemikian
mengglobal sehingga menjadi sarana perusahaan untuk lebih berkonsentrasi pada
core businessnya sehingga lebih fokus pada keunggulan produk servicenya.
Pemanfaatan
outsourcing sudah tidak dapat dihindari lagi oleh perusahaan di Indonesia.
Berbagai manfaat dapat dipetik dari melakukan outsourcing; seperti penghematan
biaya (cost saving), perusahaan bisa memfokuskan kepada kegiatan utamanya (core
business), dan akses kepada sumber daya (resources) yang tidak dimiliki oleh
perusahaan.
Disinlah mulai ada
pergeseran mengenai fungsi outsourcing, yang seharusnya hanya diberikan untuk
pekerjaan-pekerjaan bukan inti, seperti cleaning services atau satpam. Namun
dalam perkembangannya Outsourcing seringkali mengurangi hak-hak karyawan yang
seharusnya dia dapatkan bila menjadi karyawan permanen (kesehatan, benefit
dkk). Outsourcing pada umumnya menutup kesempatan karyawan menjadi permanen.
Posisi outsourcing selain rawan secara sosial (kecemburuan antar rekan) juga
rawan secara pragmatis (kepastian kerja, kelanjutan kontrak, jaminan pensiun).
Bahkan di beberapa perusahaan justru memberikan pekerjaan inti kepada karyawan
dari outsourcing seperti PT KAI, yang memperkerjakan tenaga outsourcing untuk
bagian penjualan tiket, porter, administrasi dan penjaga pintu masuk. Padahal
pekerjaan-pekerjaan tersebut terkait langsung dengan jasa angkutan kereta api.
Kemudian banyak perusahaan lainnya yang melakukan pelanggaran seperti ini.
Umumnya tenaga kerja dioutsource untuk menekan biaya yang harus
dikeluarkan karena perusahaan tidak berkewajiban menanggung kesejahteraan
mereka. Tenaga outsource juga tidak harus diangkat sebagai
karyawan tetap sehingga beban perusahaan berkurang.
Inilah yang menjadi
pemikiran bagi para karyawan, dimana outsourcing hanya dianggap sebagai suatu
upaya bagi perusahaan untuk melepaskan tanggungjawabnya kepada kayawan, dengan
alas an efesiensi dan efektifitas pekerjaan, outsourching ini dilakukan.
Maka dalam outsourcing (Alih daya)
sebagai suatu penyediaan tenaga kerja oleh pihak lain dilakukan dengan terlebih
dahulu memisahkan antara pekerjaan utama (core business) dengan
pekerjaan penunjang perusahaan (non core business) dalam suatu dokumen
tertulis yang disusun oleh manajemen perusahaan. Dalam melakukan outsourcing
perusahaan pengguna jasa outsourcing bekerjasama dengan perusahaan outsourcing,
dimana hubungan hukumnya diwujudkan dalam suatu perjanjian kerjasama yang
memuat antara lain tentang jangka waktu perjanjian serta bidang-bidang apa saja
yang merupakan bentuk kerjasama outsourcing. Karyawan outsourcing
menandatangani perjanjian kerja dengan perusahaan outsourcing untuk ditempatkan
di perusahaan pengguna outsourcing.
B. Pemecahan Masalah: Kewirausahaan Sosial
Terlepas dari berbagai permasalahan pengangguan dan masalah lainnya yang
terkait dengan tenaga kerja. Sudah sepatutnya kita harus menjadi anak bangsa
yang memiliki kreatifitas dan inovasi-inovasi (ini adalah satu permasalahan
ketenaga kerjaan –kurang kreatifi dan inovatif-). Terutama mahasiswa yang
memiliki jiwa ingin tahu dan ingin maju seta ingin memecahkan
permasalahn-permasalahan sosial yang terjadi di sekitarnya, karena itulah
mahasiswa sering disebut sebagai agent of change. Maka diperlukan
spirit kewirausahaan sosial pada para agen perubahan tersebut. Dengan jiwasocial
entrepreneurship tersebut akan mendorong masyarakat untuk membangun
dan mengembangkan inovasi-inovasi baik yang diadopsi dari luar maupun dari lokal
dan tentunya tanpa harus menanggalkan jati diri bangsa. Tentu dengan tujuan
untuk mengatasi permasalahan sosial di Indonesia, seperti masalah pengangguran
tadi.
Social Entrepreneurship akhir-akhir ini
menjadi makin populer terutama setelah salah satu tokohnya Dr. Muhammad Yunus,
pendiri Grameen Bank di Bangladesh mendapatkan hadiah Nobel untuk perdamaian
tahun 2006. Namun di indonesia sendiri kegiatan ini masih belum mendapatkan
perhatian yang sungguh-sungguh dari pemerintah dan para tokoh masyarakat karena
memang belum ada keberhasilan yang menonjol secara nasional. Bahkan dari pihak
swasta (perusahaan) melalui coorporate social responsibility (CSR)
belum bisa menumbuhkan entrepeneur- entrepeneur muda, karena CSR yang
dikeluarkan lebih ditujukan untuk mengamankan perusahaan bukan memberdayakan
masyarakat sekitarnya.
Maka diperlukan banyak terobosan, dibutuhkan upaya-upaya untuk memadukan
berbagai inisiatif. Oleh karena itu persoalan kita lebih pada bagaimana
menemukan spirit daripadanya. Bagaimana agar kinerja wirausaha itu semakin
memiliki dampak sosial yang besar. Karena baik Muh. Yunus maupun tokoh-tokoh
wirausaha sosial tak kan mengingkari, bahwa kesuksesan mereka lahir dari
pergumulan yang demikian intens dengan kemiskinan. Maka upaya untuk memasyarakatkan Social
Entrepreneurship harus mendapatkan dukungan semua pihak yang
mendambakan terwujudnya kesejahteraan rakyat yang merata, dan diharapkan tidak
hanya berhenti dalam seminar ini saja tetapi dilanjutkan dengan rencana aksi
yang nyata sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh masyarakat.
David Bornstein memaparkan bagaimana para wirausahawan sosial dari berbagai
belahan dunia yang hampir tak terliput oleh media namun telah mengubah aras
sejarah dunia dengan terobosan berupa gagasan-gagasan inovatif, memutus
sekat-sekat birokrasi, mengusung komitmen moral yang tinggi dan kepedulian (How
to Change the World, 2004). Selain buah kerja brilian Muhammad Yunus,
puluhan kisah wirausahawan sosial lain, seperti Fabio Rosa (Brasil) yang
menciptakan sistem listrik tenaga surya yang mampu menjangkau puluhan ribu
orang miskin di pedesaan, Jeroo Billimoria (India) yang bekerja keras membangun
jaringan perlindungan anak-anak telantar, Veronika Khosa (Afrika Selatan) yang
membangun model perawatan yang berbasis rumah (home-based care model) untuk
para penderita AIDS yang telah mengubah kebijakan pemerintah tentang kesehatan
di negara tersebut, dan banyak lagi tokoh yang buah tangannya telah terasa
langsung manfaatnya oleh masyarakat.
Dengan demikian, kewirausahaan sosial merupakan salah satu upaya untuk
memperkenalkan solusi baru pada masalah-masalah sosial. Para wirausahawan
sosial (social entrepreneur) dengan komitmen kerja dan moral yang tinggi,
merupakan kesegaran di tengah-tengah pembangunan yang terasa mengimpit. Dengan
segala keterbatasaanya wirausahaan sosial dapat memberikan peluang-peluang di
masyarakat untuk maju bersama. Kemudian dengan pentingnya posisi wirausahaan
sosial yang dapat bersinegi dalam pencapaian MDGs, pemerintah dapat memberikan
dukungan penuh dengan mengeluarkan regulasi yang memberikan iklim kondusif bagi
pertumbuhan kewiausahaan sosial di Indonesia.
C. Penanggulangan
Permasalahan Ketenagakerjaan
1. Gerakan Nasional Penanggulangan Pengangguran
(GNPP).
Mengingat 70 persen penganggur
didominasi oleh kaum muda, maka diperlukan penanganan khusus secara terpadu
program aksi penciptaan dan perluasan kesempatan kerja khusus bagi kaum muda
oleh semua pihak.
Berdasarkan kondisi diatas perlu
dilakukan Gerakan Nasional Penanggulangan Pengangguran (GNPP) dengan
mengerahkan semua unsur-unsur dan potensi di tingkat nasional dan daerah untuk
menyusun kebijakan dan strategi serta melaksanakan program penanggulangan
pengangguran. Salah satu tolok ukur kebijakan nasional dan regional haruslah
keberhasilan dalam perluasan kesempatan kerja atau penurunan pengangguran dan
setengah
pengangguran.
Gerakan tersebut dicanangkan dalam satu
Deklarasi GNPP yang diadakan di Jakarta 29 Juni 2004. Lima orang tokoh dari
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, perwakilan pengusaha,
perwakilan perguruan tinggi, menandatangani deklarasi tersebut, merekaadalah
Gubernur Riau H.M. Rusli Zainal; Walikota Pangkal Pinang Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung H. Zulkarnaen Karim; Palgunadi; T. Setyawan,ABAC; pengusaha;
DR. J.P. Sitanggang, UPN Veteran Jakarta; Bambang Ismawan, Bina Swadaya, LSM;
mereka adalah sebagian kecil dari para tokoh yang memandang masalah
ketenagakerjaan di Indonesia harus segera ditanggulangi oleh segenap komponen
bangsa.
Menurut para deklarator tersebut, bahwa
GNPP ini dimaksudkan untuk membangun kepekaan dan kepedulian seluruh aparatur
dari pusat ke daerah, serta masyarakat seluruhnya untuk berupaya mengatasi
pengangguran. Dalam deklarasi itu ditegaskan, bahwa untuk itu, sesuai dengan
Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebaiknya segera
dibentuk Badan Koordinasi Perluasan Kesempatan
Kerja.
Kesadaran dan dukungan sebagaimana
diwujudkan dalam kesepakatan GNPP tersebut, menunjukan suatu kepedulian dari
segenap komponen bangsa terhadap masalah ketenagakerjaan, utamanya upaya
penanggulangan pengangguran. Menyadari bahwa upaya penciptaan kesempatan kerja
itu bukan semata fungsi dan tanggung jawab Depatemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, akan tetapi merupakan tanggung jawab kita semua, pihak pemerintah
baik pusat maupun daerah, dunia usaha, maupun dunia pendidikan. Oleh karena
itu, dalam penyusunan kebijakan dan program masing-masing pihak, baik
pemerintah maupun swasta harus dikaitkan dengan penciptaan kesempatan kerja
yang seluas-luasnya.
2. Konsepsi.
Sementara itu dalam Raker dengan Komisi
VII DPR-RI 11 Pebruari 2004 yang lalu, Menakertrans Jacob Nuwa Wea dalam
penjelasannya juga berkesempatan memaparkan konsepsi penanggulangan pengangguran
di Indonesia, meliputi keadaan pengangguran dan setengah pengangguran; keadaan
angkatan kerja; dan keadaan kesempatan kerja; serta sasaran yang akan dicapai.
Dalam konteks ini kiranya paparan tersebut masih relevan untuk diinformasikan.
Dalam salah satu bagian paparannya
Menteri menyebutkan, bahwa pembukaan UUD 1945 mengamanatkan: "... untuk
membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa ...". Selanjutnya secara lebih
konkrit pada Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa : " tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan " dan
pada Pasal 28 D ayat (2) menyatakan bahwa:" Setiap orang berhak untuk
bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan
kerja". Hal ini berarti, bahwa secara konstitusional, pemerintah
berkewajiban untuk menyediakan pekerjaan dalam jumlah yang cukup, produktif dan
remuneratif.. Kedua Pasal UUD 1945 ini perlu menjadi perhatian bahwa
upaya-upaya penanganan pengangguran yang telah dilaksanakan selama ini masih
belum memenuhi harapan, serta mendorong segera dapat dirumuskan Konsepsi
Penanggulangan Pengangguran.
Selanjutnya Menakertrans menyatakan,
Depnakertrans dengan mengikut sertakan pihak-pihak terkait sedang menyusun
konsepsi penanggulangan pengangguran. Dalam proses penyusunan ini telah
dilakukan beberapa kali pembahasan di lingkungan Depnakertrans sendiri, dengan
Tripartit secara terbatas (Apindo dan beberapa Serikat Pekerja); dan juga
pembahasan dengan beberapa Departemen dan Bappenas. " Memperhatikan
kompleksnya permasalahan pengangguran, disadari bahwa penyusunan konsepsi
tersebut masih perlu didiskusikan dan dikembangkan lebih lanjut dengan berbagai
pihak yang lebih luas, antara lain sangat dibutuhkan masukan dan dukungan
sepenuhnya dari Anggotra DPR-RI yang terhormat khususnya Komisi VII; masih
memerlukan waktu dan dukungan biaya sehingga pada akhirnya dapat dirumuskan
suatu Konsepsi Penanggulangan Pengangguran di Indonesia yang didukung oleh
seluruh komponen masyarakat", tutur Menteri Jacob Nuwa Wea.
3. Keadaan Penganggur dan Setengah Pengangguran.
Pengangguran terjadi disebabkan antara
lain, yaitu karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah
pencari kerja. Juga kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja.
Selain itu juga kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari
kerja.
Fenomena pengangguran juga berkaitan
erat dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja, yang disebabkan antara lain;
perusahaan yang menutup/mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau
keamanan yang kurang kondusif; peraturan yang menghambat inventasi; hambatan
dalam proses ekspor impor,
dll.
Menurut data BPS angka pengangguran pada
tahun 2002, sebesar 9,13 juta penganggur terbuka, sekitar 450 ribu diantaranya
adalah yang berpendidikan tinggi. Bila dilihat dari usia penganggur sebagian
besar (5.78 juta) adalah pada usia muda (15-24 tahun). Selain itu terdapat
sebanyak 2,7 juta penganggur merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan
(hopeless). Situasi seperti ini akan sangat berbahaya dan mengancam stabilitas
nasional.
Masalah lainnya adalah jumlah setengah penganggur yaitu yang bekerja kurang dari jam kerja normal 35 jam per minggu, pada tahun 2002 berjumlah 28,87 juta orang. Sebagian dari mereka ini adalah yang bekerja pada jabatan yang lebih rendah dari tingkat pendidikan, upah rendah, yang mengakibatkan produktivitas rendah. Dengan demikian masalah pengangguran terbuka dan setengah penganggur berjumlah 38 juta orang yang harus segera dituntaskan.
Masalah lainnya adalah jumlah setengah penganggur yaitu yang bekerja kurang dari jam kerja normal 35 jam per minggu, pada tahun 2002 berjumlah 28,87 juta orang. Sebagian dari mereka ini adalah yang bekerja pada jabatan yang lebih rendah dari tingkat pendidikan, upah rendah, yang mengakibatkan produktivitas rendah. Dengan demikian masalah pengangguran terbuka dan setengah penganggur berjumlah 38 juta orang yang harus segera dituntaskan.
4. Keadaan Angkatan Kerja dan Keadaan Kesempatan Kerja.
Masalah pengangguran dan setengah
pengangguran tersebut di atas salah satunya dipengaruhi oleh besarnya angkatan
kerja. Angkatan kerja di Indonesia pada tahun 2002 sebesar 100,8 juta orang.
Mereka ini didominasi oleh angkatan kerja usia sekolah (15-24 tahun) sebanyak
20,7 juta. Pada sisi lain, 45,33 juta orang hanya berpendidikan SD kebawah, ini
berarti bahwa angkatan kerja di Indonesia kualitasnya masih rendah.
Keadaan lain yang juga mempengaruhi
pengangguran dan setengah pengangguran tersebut adalah keadaan kesempatan
kerja. Pada tahun 2002, jumlah orang yang bekerja adalah sebesar 91,6 juta
orang. Sekitar 44,33 persen kesempatan kerja ini berada disektor pertanian,
yang hingga saat ini tingkat produktivitasnya masih tergolong rendah.
Selanjutnya 63,79 juta dari kesempatan kerja yang tersedia tersebut berstatus
informal.
Ciri lain dari kesempatan kerja
Indonesia adalah dominannya lulusan pendidikan SLTP ke bawah. Ini menunjukkan
bahwa kesempatan kerja yang tersedia adalah bagi golongan berpendidikan
rendah.
Seluruh gambaran di atas menunjukkan bahwa
kesempatan kerja di Indonesia mempunyai persyaratan kerja yang rendah dan
memberikan imbalan yang kurang layak. Implikasinya adalah produktivitas tenaga
kerja
rendah.
5. Sasaran
Sasaran yang diharapkan, dirumuskan
sebagai berikut :
· Menurunnya jumlah penganggur terbuka dari 0,96 pesen menjadi 5,5 persen
pada tahun 2009.
· Menurunnya jumlah setengah penganggur dari 28,65 persen menjadi 20 persen
dari jumlah yang bekerja pada tahun 2009.
· Meningkatnya jumlah tenaga kerja formal dari 36,71 persen menjadi 60 persen
dari jumlah yang bekerja pada tahun 2009.
· Menurunnya jumlah angkatan kerja usia sekolah dari 20,54 persen menjadi 15
persen pada tahun 2009.
· Tingkatkan perluasan lapangan kerja dari 91,65 juta orang menjadi 108,97
juta orang.
· Terbangunnya jejaring antara pusat dengan seluruh Kabupaten/kota.
Untuk mencapai hal tersebut disusun
strategi, kebijakan dan program-program yang perlu terus dibahas untuk menjadi
kesepakatan semua pihak, meliputi Pengendalian Jumlah Angkatan kerja
peningkatan Kualitas angkatan Kerja; peningkatan Efektivitas Informasi Pasar
Kerja dan Bursa Kerja; pembinaan Hubungan Industrial.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan :
Dari
laporan tentang “Permasalahan Ketenagakerjaan di Indonsia“ tersebut dapat
disimpulkan bahwa permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia yang disebabkan
oleh pemerintah diantaranya kurangnya lapangan pekerjaan yang disediakan oleh negeri maupun swasta, minimnya perlindungan hukum,
upah kurang layak dan External factor ( sepeti
krisis global yang menurut beberapa ahli krisis ini masih terus terjadi hingga
2010 ) selain penyebab dari pemerntah, masyarakat juga merupakan salah
satu penyebab terjadinya permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia yaitu
rendahnya tingkat pendidikan, tingginya jimlah pengangguran massal dan
sedikitnya masyarakat yang memiliki kreatifitas dan inivasi – inovasi.
Saran :
Peran
dari pemerintah sangat di harapkan untuk mengurangi permasalahan
ketenagakerjaan di Indonesia, misalnya dengan memperluas lapangan pekerjaan,
meningkatkan kualitas dan mobilitas tenaga kerja dan mendorong jiwa wira usaha
bagi angkatan kerja.
Selain
peran pemerintah masyarakat juga ikut berperan dalam mengurangi permasalahan
ketenagakerjaan di Indonesia, misalnya dengan meningkatkan kesejahteraan dengan
cara bekerja, sekolah yang tinggi dan mengembangkan krearivitas – kreativitas
dan inovasi mereka.
DAFTAR PUSTAKA
blogs.unpad.ac.id/ramadhan_peksos/?p=27
poetoegaul.multiply.com/.../Penanggulangan_Permasalahan_Ketenag...
Astri C.P, Drs., dkk. 2006. Ilmu
Pengetahuan Sosial untuk SMP/MTs kelas VIII. Jakarta : Putra Sukses
Sanusi Fattah., dkk. 2008. Ilmu
Pengetahuan Sosial untuk SMP/MTs kelas VIII. Jakarta : Pusat Perbukuan
, Departemen Pendidikan Nasional.
Trismiyanti, Drs., dkk. 2008. Ekonomi
BIOS ( Belajar Ilmu menuju Sukses ). Gunungkidul : TIM MGMP IPS Ekonomi
Kab. Gunungkidul
1.
Diana Kurnia16 Juni 2013 09.05
Artikel bagus...
Sekedar ingin berbagi artikel aja, barangkali bisa sedikit menambah referensi mengenai masalah ketenagakerjaan di Indonesia..
Klik --> Makalah Ketenagakerjaan di Indonesia
Sekedar ingin berbagi artikel aja, barangkali bisa sedikit menambah referensi mengenai masalah ketenagakerjaan di Indonesia..
Klik --> Makalah Ketenagakerjaan di Indonesia
2.
akhmad damanhuri15 Oktober 2014 22.43
saya copy ya, tulisan
anda sangat membantu sekali, terimakasih
3.
Denisa Anindya Putri28 Maret 2015 06.53
izin copy ya :)
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Arsip Blog
Mengenai Saya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar